Rabu, 02 Juni 2010

Diplomasi Bilateral dan Multilateral Dalam Dinamika Politik Global Pasca Perang Dunia II DEASY SANDIANI 209000342

BAB I

Pendahuluan

Bertahun-tahun dan berabad-abad silam ketika dunia ini dipenuhi oleh kerajaan-kerajaan yang menguasai daerah-daerah tertentu kerjasama antar kerajaan tersebut sudah dilakukan dengan mengutamakan perdamaian untuk tujuan bersama atau bisa kita katakana untuk kepentingan kerajaan tersebut. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencapai sebuah kepentingan dari kerajaan-kerajaan tersebut ( national interest sekarang disebutnya ) mulai dari cara berperang yang menelan banyak korban jiwa hingga dengan cara mempertemukan petinggi, perwakilan atau raja sekaligus antar kedua kerajaan atau beberapa kerajaan sekaligus untuk mengkompromikan kepentingannya masing-masing. Hal ini dinilai sangat hemat biaya tanpa harus adanya korban yang berjatuhan ketimbang harus berperang. Dan itulah disebut sebagai diplomasi. Yaitu sebuah seni untuk mempertemukan seseorang dengan orang yang berkepentingan untuk menegosiasikan sebuah kepentingan yang berlawanan menjadi sama.

Kendati demikian, cara diplomasi ini masih sering dianggap sebagai jalan pengecut demi memenangkan sebuah kepentingan. Atau diplomasi adalah sebuah cara yang sangat pengecut untuk menuju sebuah kepentingan nasional. Karena memang pada zaman dahulu tradisi kerajaan-kerajaan untuk mewujudkan kepentingan nasionalnya haruslah berperang dengan begitu kerajaan yang memenangkan peperangan bisa menunjukkan supremasinya diantara kerajaan-kerajaan lainnya. Namun, banyak orang yang menyadarinya seiring perkembangan zaman, kalau perang bukanlah sebagai alat atau tindakan yang bisa menyelesaikan konflik. Perang justru malah menimbulkan konflik yang berkepanjangan sehingga terlalu banyak menelan korban jiwa dan harta. Biaya perang tidaklah murah. Terlebih perang yang dilakukan pada zaman dahulu merupakan sebuah perang konvensional yang berarti dimana sebuah kerajaan bisa menunjukkan sebuah prediksi kemenangannya di medan perang sebanyak 70% jika dihitung dengan banyaknya jumlah pasukan yang dibawa. Semakin banyak prajurit yang berperang maka semakin bisa dipastikan kemenangannya. Akan tetapi, semakin banyak prajurit justru semakin mahal juga biaya perang yang harus dikeluarkan. Mulai dari biaya pembuatan senjata, perisai, jubah perang dll.

Seiring berkembangnya zaman, maka pendidikan dan teknologipun berubah menjadi sebuah alat yang sangat berharga. Begitu berharganya karena pendidikan dan teknologi bisa merubah segalanya. Perang yang tadinya membutuhkan banyak sekali prajurit sebagai penentu kemenangan kini menjadi hal yang sangat dipertanyakan. Semakin canggih teknologi dari sebuah kerajaan atau Negara maka semakin memungkinkan untuk memenangkan perang tersebut. Tidak masalah berapa jumlah pasukan yang dibawa atau yang menghadang, teknologi membuat semuanya menjadi mungkin. Bermula dari teknologi catapult ( alat pelempar batu dari kayu yang bekerja secara mekanis dan sangat besar ) yang bisa menghancurkan barisan musuh sekitar 10-20 orang hingga ke senjata nuklir yang bisa menghilangkan nyawa ratusan bahkan jutaan korban jiwa. Hal ini menjadi pertimbangan penting bagi kerajaan-kerajaan atau Negara-negara yang kemudian ingin menyelesaikan konflik atau ingin mweujudkan kepentingan nasionalnya dengan jalan perang.

Catapult[1] Nuclear missile[2]

à

Dengan jalan diplomasi, dinilai mampu meredam peperangan besar-besaran yang bisa menelan korban jiwa serta menghabiskan harta untuk biaya perang tersebut. Hal ini sangat efektif karena selain menghemat biaya dan tidak menelan korban jiwa, diplomasi juga membantu memperbaiki hubungan antar kerajaan atau antar negara.

Sejarah singkat tadi saya paparkan kiranya untuk menggambarkan bagaimana diplomasi ini bisa menjadi sangat efektif dalam hal menyelesaikan konflik, serta mampu membangun sebuah kerjasama antar kerajaan atau antar negara demi mencapai sebuah tujuan nasional.

Menjelang abad 21 ini, diplomasi menjadi sebuah insterument politik luar negeri yang sangat diutamakan, mengingat sudah banyak juga konflik-konflik lama yang belum diselesaikan akibat dampak dari perang dunia ke-1 dan ke-2 ditambah lagi permasalahan-permasalahan baru mengenai terorisme, isu lingkungan, serta isu-isu kontemporer lainnya. Hal ini menjadikan negara-negara haruslah bekerjasama dalam menyelesaikan isu-isu tersebut. Bukan justru memperkeruh suasana konstelasi politik global dengan menggunakan perang secara konvensional. Dengan adanya kerjasama-kerjasama antar negara maka akan terciptalah perdamaian di dunia ini serta kemudahan-kemudahan untuk mencapai sebuah tujuan nasional. Karena menurut keyakinan saya, ketika semua negara-negara di dunia ini bekerjasama dalam suatu kepentingan bersama dengan menjalin hubungan yang berkualitas maka tidak ada lagi kesulitan-kesulitan yang tidak dapat diatasi.

BAB II

Apa Itu Diplomasi?

Diplomasi adalah seni dan praktek bernegosiasi yang dilakukan oleh perorangan atau beberapa orang yang biasanya mewakili negara atau organisasi tertentu[3]. Diplomasi merupakan salah satu intrumen politik luar negeri untuk mewujudkan suatu kepentingan nasional dari sebuah negara. Diplomasi sama saja dengan negosiasi, atau tawar-menawar dengan sebuah kepentingan. Namun, kata diplomasi ini biasa digunakan dalam prakteknya sebuah negara terkait dengan hubungan internasional.

[4] [5]

Diplomasi sangatlah penting mengingat hanya satu-satunya instrument politik luar negeri yang paling menghemat biaya dan tanpa harus berjatuhannya korban jiwa. Dan diplomasi ini dinilai sangat bagus untuk mewujudkan sebuah hubungan kerjasama antar Negara kedepannya. Karena dilihat dari segi prakteknya diplomasi merupakan bentuk komunikasi biasa yang hanya saja dibuat sedemikian formal dengan gaya bahasa tertentu dan gesture tubuh tertentu untuk bisa memikat lawan mainnya dalam percaturan diplomasi global ini. Sebuah hubungan antar Negara bisa terjadi berkat adanya para diplomat yang menegosiasikan kepentingan negaranya dengan Negara lain dan cocok. Oleh karena itu diplomasi benar-benar terbukti sebagai senjata yang paling ampuh untuk mencapai sebuah kesepakatan bersama antar Negara tanpa harus terjadinya konflik terbuka yang bisa menelan korban jiwa, dan biayanya juga sangatlah sedikit ketimbang biaya untuk perang.

Sebenarnya instrument politik luar negeri tidak hanya diplomasi saja. Terdapat agen propaganda, intelijen, dan perang salah satunya. Tapi hal ini sudah kuno. Permainan intelijen sudah cukup di pertontonkan pada akhir decade 1990an. Bersamaan dengan berakhirnya perang dingin, isu mengenai perang intelijen menurun hingga tak ada lagi yang peduli mengenai intelijen-intelijen tersebut yang berusaha mencapai kepentingan nasional sebuah Negara. Agen Propaganda, merupakan salah satu interumen politik luar negeri yang sering digunakan pada zaman perang dunia ke dua dan pada saat perang dingin. Propaganda ini bertujuan untuk mencuci mindset seseorang atau paradigm seseorang terhadap apa yang dilihat sebelumnya entah menjadi lebih menyukainya atau menjadi lebih membencinya. Namun propaganda ini juga tidak murah. Sekarang untuk melancarkan propaganda secara massive membutuhkan biaya yang sangat banyak. Karena propaganda tersebut akan disebarkan lewat media cetak, atau media elektronik dan hal tersebut yang membuatnya menajdi sangat mahal. Dan Perang, merupakan salah satu bentuk unjuk gigi paling kuno untuk mendapatkan sebuah kepentingan nasional dari Negara lain atau dari tanah jajahan. Berperang sangatlah merugikan baik pihak yang menyerang ataupun yang bertahan. Baik yang menang ataupun yang kalah. Karena keduabelah pihak sama-sama menderita jatuhnya korban jiwa dan hal tersebut tidaklah bisa diterima begitu saja. Selalu ada kesedihan setiap harinya, lagu-lagu sedih dilantunkan. Dan sangatlah klasik menurut saya. Ini hanyalah sekilas mengenai instrument politik luar negeri diluar diplomasi yang menurut saya tidak efektif membuang waktu dan menghabiskan banyak biaya ketimbang bernegosiasi yang hanya menggunakan keahlian berbicara. Ibarat orang berdagang yang sedang berhadapan dengan pembeli yang menawar harga barang. Harus terjadi sebuah kesepakatan yang adil dimana kedua belah pihak merasakan keuntungan yang sama. Atau dalam diplomasi bisa disebut sebagai win-win solution. Yaitu solusi yang diberikan kepada pihak-pihak yang bernegosiasi tanpa harus ada yang merasa dirugikan sepihak. Hal inilah yang menjadi tawaran menarik bagi Negara-negara di dunia demi meredamnya konflik dan mencegah terjadinya perang dunia ke-3.

Dengan tawaran sama-sama menang segalanya akan menjadi mungkin. Ketika seseorang dihadapkan kepada pilihan seperti ini tidak mungkin orang itu menolaknya meskipun dalam keadaan terpaksa sekalipun. Karena meskipun terpaksa tetap ada efek menguntungkannya bagi pihak tersebut. Dan menurut saya disinilah keuntungan Diplomasi itu sendiri.

Bentuk Diplomasi?

Diplomasi terbagi menjadi dua bentuk, yaitu diplomasi bilateral dan diplomasi multilateral. Apa itu diplomasi bilateral dan multilateral ? Singkatnya, diplomasi bilateral adalah diplomasi yang dilakukan oleh dua Negara saja. Dan diplomasi multilateral adalah diplomasi yang dilakukan oleh lebih dari dua Negara. Diplomasi bilateral terkenal sebagai bentuk diplomasi yang paling tua karena memang sejak jaman kerajaan kuno bentuk diplomasi bilateral ini memang sudah sering digunakan. Kenapa ? karena biasanya kerajaan-kerajaan zaman kuno sangat menutup akan kepercayaan dari sebuah kerajaan lain jadi biasanya hanya satu atau dua kerajaan yang benar-benar dipercaya sebagai teman kerajaan. Dan inilah yang membuat diplomasi bilateral digunakan sebagai pendekatan kerjasama antar kerajaan dengan menaruh diplomatnya atau perwakilan kerajaan di kerajaan lain. Begitu juga sekarang seperti yang banyak kita lihat, terdapat kantor-kantor diplomat di Negara kita yang merupakan perwakilan dari Negara-negara lain. Begitu juga dengan diplomasi multilateral, bedanya diplomasi multilateral ini kurang banyak digunakan pada jaman kerajaan-kerajaan kuno tapi banyak sekali digunakan pada zaman sekarang. Kenapa ? perbedaan secara mendasar, saat ini banyak Negara-negara yang ingin sekali menjalin hubungan antar Negara melalui sebuah bentuk kerjasama secara kolektif karena semakin banyak anggota dari sebuah Negara yang ikut kedalam kerjasama, maka akan terjamin pula keamanan dan kedamaian serta mempermudah Negara-negara yang menjadi anggota untuk mewujudkan kepentingan nasionalnya. Begitulah menurut saya singkatnya mengenai bentuk-bentuk diplomasi.

Diplomasi Bilateral dan Multilateral Dalam Politik Global

Istilah politik global mulai sering digunakan setelah berakhirnya perang dunia ke-2 dimana Amerika dan Soviet beserta sekutu menjadi pemenangnya. Ditambah lagi dengan isu-isu mengenai globalisasi, dimana akan dihapusnya batas-batas sebuah Negara[6]. Karena batas sebuah Negara merupakan hanyalah penghambat dari penggerak ekonomi yaitu manusia dimana setiap manusia menginginkan perpindahan tempat untu mencari sumberpenghasilan yang tidak bisa didapat dinegara sendiri dan mungkin Negara lain menyediakannya atau alasan lainnya[7]. Disini saya tidak akan membahas globalisasi scara spesifik melainkan keterikatannya dengan bentuk diplomasi itu sendiri. Dan ternyata globalisasi memang terbukti mempengaruhi diplomasi mulai dari teknik berdiplomasi hingga isu yang dituangkan kedalam permasalahan yang akan di bawa kedalam negosiasi tersebut.

Diplomasi mulai ikut berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Salah satu fungsinya adalah diplomasi sebagai pengajuan tawaran dan negosiasi. Memang sudah hal inti dari diplomasi itu sendiri adalah negosiasi, tapi dalam politik global belakangan ini, negosiasi bukan hanya sebagai alasan mengapa sebuah Negara melakukan sebuah diplomasi atau mengadakan sebuah hubungan diplomatic dengan Negara lain. Bergaining, atau posisi tawar sebuah Negara dalam diplomasi juga sangat menentukan sebuah Negara dalam dinamika politik global. Posisi bargaining ini biasanya menjadi sangat berpengaruh dalam bentuk diplomasi multilateral. Karena tidak semua perjanjian yang biasanya terjadi dalam sebuah diplomasi multilateral dapat disetujui oleh beberapa Negara. Untuk itu pengajuan bargaining ini sebagai bagian dalam diplomasi sangat diperlukan untuk menyetarakan dengan perjanjian yang akan dibentuknya. Contoh, dalam protocol Kyoto telah dibuat peraturan yang begitu mengikat bagi Negara-negara penandatangan dan Negara yang telah meratifikasi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca secara kolektif sebesar 5.2 %[8]. Semua Negara industry harus menurunkan emisi karbondioksida-nya. Mungkin bagi Negara-negara industry yang sedang mengalami kemajuan industrinya kurang suka mendengar hal ini, namun terdapat Negara-negara seperti Indonesia yang mempunyai kadar emisi karbondioksida yang sedikit dan ditambah Indonesia merupakan salah satu Negara yang mempunyai hutan yang sangat luas dan banyak. Dan dengan adanya kesempatan ini Indonesia bisa mengajukan posisi bergainnya sebagai Negara penghasil hutan untuk membantu menyerap emisi karbondioksida di dunia ini yang dihasilkan oleh Negara-negara industry. Itulah sekilas tentang bargain yang diajukan oleh Indonesia terhadap Negara-negara lain menyangkut protocol Kyoto, dan masih banyak lagi pengajuan bergainin dari Negara-negara lain untuk turut serta dalam dinamika politik global.

Disisi lain, diplomasi juga bisa digunakan sebagai instrument dalam memanage sebuah konflik tertentu. Setelah perang dunia ke-2 upaya untuk mengontrol peperangan agar tidak terjadinya lagi sebuah peperangan banyak pihak yang mengadakan konferensi, pertemuan-pertemuan kepala Negara, dan lainnya. Hal ini dilakukan sebagai wujud pembinaan dari sebuah hubungan antar Negara. Contoh, ketika perang dunia ke-2 segera berakhir, terjadi konflik antara Amerika dengan Soviet, Stalin sangat tidak menyukai kepribadian Roosevelt, dengangaya Amerikanya, namun Stalin begitu dekat dengan Churchil, padahal antara Amerika dengan Inggris tidaklah jauh berbeda, namun Churchil bisa melakukan sebuah maintenance terhadap hubungan diplomatiknya dengan Stalin. Karena itu jugalah yang membuat emosi stalin mereda, karena mungkin menurut Stalin kalau dia, Churchil dan Roosevelt adalah kawanan pemenang perang yang tidak boleh berperang satu sama lainnya. Atau contoh lainnya diplomasi dalam konflik di temur tengah. Semenjak akhir tahun 1940an, konflik yang paling berpengaruh terhadap kawasan timur tengah itu adalah Israel-Palestine dan actor-aktor lain seperti Syria, Egyp, dan Lebanon merupakan bagian dari serangkaianupaya dalam memanage konflik yang terjadi, namun kedamaian yang terjadi di timur tengah ini bergantung kepada Israel-Palestine. Pada july 10, 2000, Israeli Prime Minister Ehud Barack dan Yasser Arafat mengadakan pertemuan dengan mediasi dari Presiden Amerika Serikat, Bill Clinton dengan mengusahakan melancarkan negosiasi kedua belah pihak[9]. Perbincangan ini terus dilakukan hingga 25 july dengan perjanjian yang berisikan tentang masa depan Jerusalem.

[10]

Adanya kemauan untuk terus mengontrol perdamaian dari ketiga pihak tersebut memang terbukti membuat keadaan timur tengah semakin membaik, dengan diplomasi yang terus menerus dilakukan demi terjadinya perdamaian serta keamanan antara Israel-Palestine dan kawasan timur tengah.

Bab III

Penutup

Upaya-upaya yang dilakukan oleh setiap Negara-negara yang menginginkan perdamaian tidak selamanya berhasil dilakukan dengan peperangan namun tidak selamanya juga diplomasi berlaku seperti itu. Ada kalanya ketika diplomasi antar Negara tersebut bisa saja dikatakan gagal, dan tidak menemukan sebuah keputusan pasti (dead lock) bagi pihak-pihak yang berkonflik ataupun yang sedang mengajukan posisi bargain dalam sebuah kerjasama dalam bidang ekonomi, budaya, pendidikan, dan lainnya. Akan tetapi itikad baik tersebut akan selalu ada untuk Negara-negara yang menginginkan sebuah diplomasi yang akan berjalan baik.

Memang tidak sedikit juga diplomasi-diplomasi yang tidak berhasil, namun setidaknya akan terus ada itikad baik bagi Negara-negara yang menginginkan sebuah bentuk kerjasama demi kebaikan bersama. Memang tidak bisa dipungkiri ketika politik hanyalah semata-mata mencari keuntungan sendiri-sendiri. Tapi dengan adanya diplomasi tersebut menjadikan kepentingan-kepentingan politik tersebut berjalan dengan baik dan seimbang. Seperti contoh dari kasus Israel- Palestine yang tadi saya ceritakan sekilas di Bab II. Ketika niat baik dan kemauan untuk mengusahakan perdamaian dengan jalan diplomasi terus menerus memang terbukti ampuh untuk mencegah terjadinya peperangan di timur tengah. Kemauan yang keras dari pihak Israel dan Palestine yang kemudian dibantu oleh pihak ketika Amerika dengan Negara yang memiliki pengaruh yang sangat besar ternyata mampu untuk terus menerus memaintance negosiasi tersebut. Sebesar apapun pengaruh Amerika akan tetap percuma jika saja tidak ada niat baik dari salah satu pihak, Israel ataupun Palestine.

Jadi Diplomasi hanyalah sebuah instrument untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Tanpa adanya niat baik dari masing-masing individu diplomasi tersebut bukanlah apa-apa.

Bab IV

Kesimpulan

Diplomasi merupakan instrument dalam penyelesaian konflik dan salah satu cara untuk tetap menjaga sebuah hubungan berbangsa-bangsa. Tidak hanya perang, diplomasi juga membantu kita dalam menangani isu-isu baru yang terjadi dalam dinamika politik global ini.

Seiring dengan berkembangnya zaman maka diplomasipun menyesuaikan bentuknya dalam tataran praktek dan bentuknya. Dalam dinamika politik global ini banyak cara yang bisa digunakan untuk melakukan diplomasi sebagai upaya penyelesaian konflik atau dalam hal kerjasama antar Negara dalam hal menanggapi isu-isu terbaru dunia. Dimana terdapat first track diplomacy, second track diplomacy dan multitrack diplomacy, yang kesemuanya itu termasuk bentuk lain dari macam-macam diplomasi dalam politik global.

Berbicara mengenai diplomasi juga tidak selalu berbicara mengenai politik secara keseluruhan. Bisa saja diplomasi ini terkait dengan permasalahan kemiskinan, pendidikan, budaya, dan lainnya. Namun memang saja kata diplomasi ini sudah terkait sangat erat dengan hal-hal politik dan hubungan internasional.

Apa yang menjadi focus dalam studi mengenai hubungan internasional adalah diplomasi salah satunya. Untuk itu diplomasi menjadi salah satu kajian utama dalam mempelajari hubungan internasional ini. Karena kita bisa melihat sejauhmana perdamaian itu tercipta dari intensitas sebuah Negara sering melakukan kegiatan diplomasi ini. Entah berupa bilateral ataupun multilateral. Dan kita juga bisa memahami sejauh mana perkembangan pertumbuhan ekonomi sebuah Negara itu terkait dengan kerjasama yang dijalin dan dengan siapa Negara tersebut bekerjasama. Hal ini menjadi sangat berpengearuh ketika dunia politik ini menjadi tidak terbataskan oleh batas Negara itu sendiri. Dan untuk itulah diplomasi menyesuaikan bentuknya dalam dinamika politik global.





[1] www.google.com. 08-05-2010.

[2] Ibid. 08-05-2010.

[3] www.wikipedia.org/wiki/diplomasi.

[4] www.Kompas.com

[5] www.Google.com/images/diplomasi.

[6] Allen Sens. Global Politics. Hlm.3.

[7] Membela Kapitalisme.

[8] www.selamatkan-indonesia.net.

[9] Allen Sens. Global Politics. Hlm. 242-243.

DIPLOMASI BILATERAL RUSIA-INDONESIA PADA MASA PEMERINTAHAN VLADIMIR V PUTIN

(Shintia Pramita Dewi 209000060)


BAB I

P E N D A H U L U A N


1.1. Latar Belakang

Berakhinya perang dingin secara tidak langsung telah merubah konstelasi politik global. Perubahan konstelasi politik global menjadi hal yang tidak dapat dihindari sebagai akibat dari berubahnya sistem internasional yang bipolar menjadi unipolar. Selama masa perang dingin, konstelasi politik global lebih banyak didominasi oleh kebijakan Amerika Serikat dan Uni Soviet, dimana keduanya merupakan negara superpower pada masa itu. Akan tetapi, berakhirnya perang dingin yang membuat Amerika Serikat menjadi “penguasa” tunggal pada konstelasi politik global masa kini, telah menstimulus berbagai negara lainnya untuk lebih terlibat dalam konstelasi politik global. Hal tersebut pada akhirnya membuat hubungan antar negara menjadi semakin intens. Berbagai peningkatan teknologi informasi dan fenomena globalisasi, pada akhirnya telah mendorong peningkatan hubungan antar negara. Peningkatan hubungan antar negara secara sistematis tersebut pada akhirnya akan memberikan dampak tersendiri bagi wajah dan identitas global. Dalam bukunya yang berjudul “The End of History and The Last Man[1], Francis Fukuyama mengajukan sebuah teori tentang universalitas dan homogenitas. Fukuyama berpendapat bahwa peningkatan hubungan antar manusia dan proses globalisasi akan membuat individu-individu bergerak pada sebuah kesamaan identitas yaitu identitas sebagai seorang liberal, dan tidak lagi memperdulikan asal dan identitas mereka.


Global Village, itulah yang bisa menggambarkan interaksi antar bangsa di dunia saat ini. Global village dapat diartikan sebagai menyatunya negara-negara di dunia dalam satu sistem internasional, dimana satu negara membutuhkan keunggulan negara lain yang diimplementasikan dalam bentuk kerjasama.[2] Hilangnya batas-batas nasional memudahkan pergerakan ekonomi berjalan leluasa seperti jasa, barang, modal, dan manusia yang idealnya nantinya akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dunia dengan kata lain memperbaiki kesejahteraan masyarakat dunia. Selain menjadi indikasi pertumbuhan isu ekonomi juga menimbulkan permasalahan sosial (ketimpangan), keamanan (penyelundupan), lingkungan (polusi dan limbah), HAM (pengabaian hak buruh) dan lainnya.

Untuk mewujudkannya diperlukan kondisi ekonomi, dan stabiltas politik yang kuat di dalam negeri terlebih dahulu dalam menciptakan internal power yang nantinya diperlukan dalam posisi tawar dalam hubungannya dengan negara lain dalam mencapai kepentingan nasional. Perlu diketahui, pada zaman dahulu, militer dan perang merupakan kekuatan yang paling mendominasi dalam menyelesaikan masalah. Tidak ada cara lain yang dianggap lebih baik dibandingkan dengan perang.


Namun, pada abad 21 ini, usaha-usaha menyelesaikan masalah menuju kearah yang lebih baik, yaitu diplomasi. Kemampuan diplomasi dan meracik kebijakan luar negeri akan menentukan peran serta suatu negara dalam menyelesaikan masalah-masalah internasional. Diplomasi menurut Harold Nicholson adalah kebijaksanaan politik luar negeri melalui negosiasi dan mekanisme sebagai jalan keluar dalam menyelesaikan perselisihan atau konflik atau masalah luar negeri. Semakin kuat suatu negara dalam arti tingkat kemajuan dan kemakmuran, maka negara itu makin dipercaya, dihargai dan perhitungkan dalam percaturan internasional yang otomatis mendukung suatu upaya diplomasi.


Rusia, ”jatuh” perekonomiannya ketika Uni Soviet runtuh pada tahun 1990. Saat itu, Rusia mengalami krisis ekonomi yang akut yang berujung pada turunnya kinerja ekonominya. Rusia mampu bangkit dari keterpurukannya dalam bidang ekonomi, pertahanan negara, dan situasi internal dalam negerinya setelah adanya tokoh yang dijadikan patronase dalam kehidupan pemerintahan, mampu membangkitkan semangat Rusia untuk melakukan restrukturisasi. Dalam waktu yang cepat, Rusia bangkit di mata internasional dan ingin kembali menjadi penyeimbang kekuatan Amerika Serikat. Melalui interaksi-interaksi yang nyata di lingkup internasional dalam mengahadapi era globalisasi ini.


Untuk mendukung kebangkitan negara kembali Rusia, para elit pemerintahan di Rusia berusaha melebarkan sayapnya ke kancah politik internasional. Mereka berusaha mendapatkan cara untuk memperluas hubungan kerjasama dan meningkatkan hubungan baik. Tujuannya ialah, apabila suatu saat terjadi kondisi di mana Rusia membutuhkan bantuan dari negara-negara lain, negara-negara yang bekerjasama dengan Rusia akan berusaha membantunya. Dari tingkat yang paling mendasar dalam lingkup diplomasi, Rusia melakukan diplomasi bilaterla dengan berbagai negara. Salah satunya, adalah Indonesia. Pada makalah inilah, akan dijelaskan bagaimana diplomasi bilateral Rusia terhadap Indonesia dalam masa pemerintahan Vladimir V.Putin.


1.2. Rumusan Masalah

1.Bagaimanakah diplomasi bilateral Rusia terhadap Indonesia pada masa pemerintahan Vladimir V.Putin?

2.Variabel apa saja yang menentukan kepemimpinan Vladimir V Putin?



BAB II

I S I


2.1 Sejarah Rusia

Rusia adalah sebuah negara yang membentang dengan luas di sebelah timur dan utara Asia. Dengan wilayah seluas 17.075.400 km², Rusia adalah negara terbesar di dunia. Wilayahnya kurang lebih dua kali wilayah Republik Rakyat Cina,Kanada atau Amerika Serikat. Penduduknya menduduki peringkat ketujuh terbanayak di dunia setelah RRC, India, Amerika Serikat, Indonesia, Brasil, dan Pakistan.

Negara ini dahulu pernah menjadi negara bagian terbesar Uni Soviet. Rusia adalah ahli warisan utama Uni Soviet. Negara ini mewarisi 50% jumlah penduduk, 2/3 luas wilayah, dan kurang lebih 50% aset-aset ekonomi dan persenjataannya. Saat ini Rusia berusaha keras untuk meraih status sebagai negara adidaya lagi. Meskipun Rusia adalah negara penting, tetapi statusnya masih jauh dibandingkan dengan status Uni Soviet dulu. Rusia ingin menjadi penyeimbang kekuatan AS dan kembali berjaya.

2.2 Ancaman Terorisme dan Perangkulan Indonesia sebagai Negara Islam

Dalam upaya merealisasikan mimpi Rusia menjadi kekuatan pengimbang AS, Rusia sadar betul bahwa pihaknya harus mencari partner yang strategis. Membicarakan geopolitik dunia di masa depan, menarik menyajikan pemikiran Samuel P. Huntington tentang konfigurasi global pasca perang dingin. Dalam bukunya yang telah banyak dikutip, Clash of Civilization, Huntington meramalkan bahwa kekuatan berikut yang akan menyaingi hegemoni Barat tak lain adalah Islam. Menurutnya, pasca tumbangnya Soviet tak ada lagi kekuatan signifikan di dunia yang “membahayakan” Barat. Hanya Islam yang mampu menyuguhkan tantangan baru. Efek dari pandangan Huntington ini, di Barat berkembang Islamophobia, terutama setelah tragedi WTC, 2001. Lalu muncul term Al – Qaeda yang dianggap oleh Barat sebagai kelompok teroris, dan terkadang dikaitkan dengan Islam. Belum berhenti di situ, Afghanistan yang penduduknya mayoritas muslim dianggap sebagai “sarang teroris”. Berikutnya, Iran dengan kekuatan nuklirnya yang membuat Barat marah dan menempatkannya ke dalam exis of evil. Dan akhirnya Hamas, yang memenangkan pemilu di Palestina melengkapi tudingan Barat terhadap kelompok militan Islam. Di mata AS dan sekutunya, Hamas tak lebih dari kelompok teroris yang harus diperangi.


Tapi tidak bagi Rusia. Negara ini bahkan yang pertama mengakui pemerintahan Hamas di Palestina. Pada kasus agresi ke Irak, Rusia secara terbuka mengecam agresi pimpinan AS itu sebagai tindakan yang tidak adil. Rusia tidak terlibat dalam agresi tersebut. Dapat dilihat bahwa berbagai langkah politik Rusia di atas yang akomodatif terhadap dunia Islam merupakan upaya Moskow untuk mendekati dunia Islam. Rusia percaya, hanya dengan bekerja sama dengan Islam, mimpi mereka untuk kembali menjadi kekuatan pengimbang AS akan lebih mudah terwujud. Indonesia adalah negara muslim terbesar di dunia, dengan populasi hampir mencapai 220 juta jiwa. Tentu saja kondisi ini sangat menarik bagi Moskow guna lebih meningkatkan kerja sama dengan dunia Islam. Ibarat rumah yang bernama dunia Islam, Indonesia adalah pintu utama rumah tersebut. Indonesia, saat ini juga dikenal sebagai negara dengan upaya pemberantasan terorisme terhebat. Hal inilah yang menjadi pertimbangan bagi Rusia untuk melakukan beberapa bentuk diplomasi bilateral yang menunjang politik luar negeri Rusia dengan Indonesia terkait dengan masalah ini.[3]


2.3. Diplomasi Bilateral Rusia-Indonesia Pada Masa Pemerintahan Vladimir Putin

2.3.1 Sejarah Singkat Hubungan Diplomasi Bilateral Rusia-Indonesia

  • Pada 3 Februari 1950, RI-Rusia sepakat menjalin hubungan diplomatik. Tahun 1954, kedua negara membuka Kedutaan Besar di Moskow dan Jakarta.
  • Hubungan bilateral Indonesia-Federasi Rusia semakin berkembang setelah penandatanganan ”Declaration of the Republic of Indonesia and the Russian Federation on the Framework of Friendly and Partnership Relations in the 21st Century”, yang ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri dan Presiden Vladimir V. Putin, 21 April 2003 di Moskow. Dokumen ini membentuk landasan baru hubungan kerja sama strategis (strategic partnership) dalam tingkatan global, regional dan bilateral.


2.3.2 Pengaruh Vladimir V Putin

Rusia memiliki masa – masa ketika keadaan negaranya sangat terpuruk akibat terpecahnya Uni Soviet pada tahun 1990. Krisis ekonomi dan eksistensi yang melanda Rusia. Namun, hal ini tidak membuat Rusia terus menerus terpuruk dan berkubang pada keadaannya yang sangat tidak strategis. Disaat tertimpa masalah yang sangat besar, muncullah seorang tokoh pemimpin yang pada akhirnya membentuk dan mengembalikan Rusia menjadi sebuah negara yang besar dan kuat, sebagaimana Rusia yang dulu ikut menguasai blok Timur.


Vladimir Vladimirovich Putin, adalah seorang tokoh pemimpin yang membawa Rusia kembali pada masa kejayaannya. Vladimir V. Putin, adalah anak dari Maria Ivanovna Putina, seorang penganut ortodoks fanatik dan ayahnya, Vladimir Spiridonovich Putin, adalah seorang buruh pabrik biasa, seorang komunis sejati yang bisa dibilang adalah seorang ateis. Selain bekerja sebagai buruh pabrik, ayahnya menjabat sebagai sekretaris partai komunis di pabrik tempatnya bekerja. Tidak heran, hingga pada akhirnya ayahnya diangkat menjadi tentara Angkatan Laut pada masa Uni Soviet. Selain ketertarikan dalam bidang keamanan yang diturunkan oleh ayahnya, kisah keluarga putin juga sangat dekat dengan kekuasaan. Kakeknya, Spiridon Putin, adalah seorang juru masak pribadi Vladimir Lenin dan Joseph Stalin, dua orang penguasa Uni Soviet yang kejam pada tahun 1917-1953.


Putin, menempuh pendidikan di Universitas Leningrad di St.Petersburg dalam bidang ilmu hukum pada tahun 1975.[4] Pada usia 17 tahun, Putin sempat melamar masuk ke dalam Dinas Rahasia Uni Soviet (KGB), tetapi ditolak dengan alasan harus memiliki gelar sarjana terlebih dahulu. Pada tahun 1994, Putin diangkat menjadi walikota St.Petersburg dan pada tahun 1996, mulai masuk ke dalam tatanan pertahanan pemerintahan Rusia melalui KGB dan terus menduduki karir yang tinggi.hingga pada tahun 2000 diangkat menjadi Presiden Rusia setelah memenangi pemilu hingga tahun 2008.[5] Dan saat ini, Putin masih memegang peranan yang sangat penting dalam pemerintahan Rusia, yaitu sebagai Perdana Menteri Rusia mendampingi Presiden Dimitry Medvedev.


Selain faktor keturunan yang mengalir di dalam darah Putin, kisah hidup masa lalunya pun menjadi salah satu faktor pembentuk kepribadian Putin dan ikut berpengaruh pada gaya kepemimpinan Putin saat ia menjabat sebagai Presiden Rusia. Putin yang berasal dari keluarga yang miskin, ikut merasakan kehancuran pasca perang dunia kedua. Dimana Rusia sebagai negara yang menganut sistem ekonomi komunis, memiliki sistem kerja ekonomi yang tidak memuaskan, sahingga menyebabkan krisis yang berkepanjangan di dalam negaranya sendiri.


Vladimir V Putin, menjadi tokoh yang sangat dominan dalam perkembangan Rusia, karena sejak masa pemerintahan Putin pada tahun 2000 hingga 2008, Rusia mulai berhasil untuk menancapkan kembali taringnya untuk kembali aktif dalam perekonomian Internasional. Sejak Putin memimpin pemerintahan Rusia, secara perlahan masalah perekonomian yang melanda Rusia mulai bisa diatasi. Bahkan Putin berhasil menurunkan hutang luar negerinya sebanyak 40%. Selain itu, Rusia juga berhasil masuk kedalam peringkat 3 negara di dunia yang memiliki cadangan devisa terbesar.[6]


Selain itu, Putin juga berhasil menghapus citra Rusia yang terkesan sangat kaku, kurang akomodatif dan dinamis, serta terlalu condong kedalam paham komunisme. Karena sejak masa pemerintahan Putin, dunia berhasil diyakinkan bahwa Rusia adalah sebuah negara yang demokratis dan kooperatif. Hal ini bisa dilihat dari kebijakan – kebijakan luar negeri yang telah disepakati dengan negara – negara lainnya. Kebijakan – kebijakan ini tidak hanya mencakup satu atau dua aspek saja, tetapi hampir mencakup seluruh aspek yang dibutuhkan oleh sebuah negara. Banyak kesepakatan – kesepakatan dibuat dengan berbagai negara yang tersebar di seluruh belahan dunia. Dan negara yang menjadi salah satu tujuan kerjasama Rusia adalah Indonesia.


Pembahasan ini akan lebih memaparkan tentang diplomasi bilateral yang dilakukan Rusia terhadap Indonesia pada masa pemerintahan Vladimir V Putin. Serta menganalisa variabel – variabel apa saja yang mempengaruhi kebijakan – kebijakan yang digunakan oleh Rusia pada masa pemerintahan Putin tersebut. Hal ini sangat menarik mengingat posisi Rusia sebagai negara komunis( menuju demokrasi) dan Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk Islam terbesar.


Sejak masa pemerintahan Vladimir Putin, pemerintah melihat peluang kerjasama yang sangat baik bagi Rusia untuk lebih melebarkan sayapnya di kancah internasional. Indonesia dinilai strategis untuk melakukan kerjasama dalam berbagai aspek yang mencakup bidang pertahanan keamanan, ekonomi, hingga sosial dan budaya. Hal ini membuat hubungan yang memang terbilang cukup baik antara Rusia dan Indonesia sejak masa pasca kemerdekaan Indonesia, semakin harmonis. Hal ini ditandai oleh penandatanganan MoU yang berisikan 12 kesepakatan oleh Presiden Rusia, Vladimir V. Putin dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2007.[7]


2.3.3 Kerjasama dan Hubungan Politik

Pada masa pemerintahan Vladimir V Putin banyak sekali diplomasi bilateral yang diadakan pada masa pemerintahan Valdimir V Putin. Berikut merupakan beberapa dari kerjasama yang telah dilakukan oleh pemerintahan Rusia-Indonesia :

  • Pada 27 September 2002 Menteri Luar Negeri RI Dr. N. Hassan Wirajuda melakukan kunjungan ke Rusia. Kunjungan tersebut membuka perspektif hubungan bilateral kedua negara dalam situasi yang baru dengan ditandatanganinya Memorandum Saling Pengertian antara Departemen Luar Negeri Republik Indonesia dan Kementerian Luar Negeri Federasi Rusia Mengenai Konsultasi Bilateral (Memorandum of Understanding between the Department of Foreign Affairs of the Republic of Indonesia and the Ministry of Foreign Affairs of the Russian Federation on Bilateral Consultations). Untuk meningkatkan kerjasama di bidang politik ini, kedua negara telah menyelenggarakan Forum Konsultasi Bilateral (FKB).
  • Pada kunjungan kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Rusia, 30 November - 2 Desember 2006, ditandatangani 10 perjanjian: Persetujuan Kerjasama di bidang Nuklir untuk Maksud-Maksud Damai, Persetujuan Bebas Visa bagi Pemegang Paspor Diplomatik dan Dinas, Persetujuan Kerjasama di bidang Kedirgantaraan, Kerjasama Pusdiklat, Sister City Jakarta-Moskow, Kerjasama Kejaksaan Agung, MoU Kerjasama di bidang Pariwisata, Kerjasama KADIN, Kerjasama Perlindungan Hak Intelektual Teknik Militer, Kerjasama Teknik Militer 2006-2010.
  • Pada kunjungan Presiden Vladimir V. Putin ke Indonesia, 6 September 2007, ditandatangani Persetujuan Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal, serta Persetujuan tentang Penyediaan State Loan kepada Pemerintah Republik Indonesia.
  • Kerjasama kedua negara di forum internasional terjalin dengan baik dengan adanya saling dukung dalam pencalonan masing-masing pada keanggotaan dalam organisasi internasional.


2.3.3 A. Kerjasama Ekonomi, Perdagangan dan Investasi

  • Dalam Forum Bisnis Indonesia-Rusia, 6 September 2007 dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Vladimir Putin, Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Mohammad S. Hidayat, dan Wakil Presiden KADIN Federasi Rusia/Kepala Cheliabinsky CCI Branch Rusia G. Petrov, serta 125 pengusaha Indonesia dan 75 pengusaha Rusia. Dapat dicatat beberapa hasilnya antara lain pengembangan kerjasama pengembangan teknologi jaringan pipa air (pipe lines system), telekomunikasi, Air Launch System di Biak, minyak, gas dan energi, teknologi perikanan dan furniture.
  • Untuk meningkatkan kerjasama investasi antara kedua negara dan sebagai payung dari kerjasama di bidang tersebut telah ditandatangani Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Federasi Rusia mengenai Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal (Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Russian Federation on the Promotion and Protection of Investments) di Jakarta, 6 September 2007.
  • Meskipun target volume perdagangan sebesar US$ 1 milyar telah terpenuhi di tahun 2008, pihak RI harus bekerja keras untuk menyeimbangkan neraca perdagangan mengingat posisi surplus berada di tangan Rusia. Sebagai upaya promosi terpadu (perdagangan, investasi dan pariwisata), Indonesian Expo 2008 dilaksanakan di Moskow, 20-26 September 2008.
  • Kerjasama Investasi kedua negara terus dijajaki. Beberapa perusahaan Indonesia dan Rusia telah menandatangani Persetujuan, seperti Pertamina dan LukOil, PT Antam dan RusAL, PT Minang Jordanindo dan Chelyabinsk Tractor Plant (ChTZ-Uraltrac), demikian pula rencana investasi Rusia dalam proyek pembangunan jalur kereta api dan terminal laut tambang batu bara di Kalimantan.


2.3.3 B. Kerjasama Sosial Budaya dan Pariwisata

  • Dalam rangka meningkatkan arus wisata dari Rusia ke Indonesia, Indonesia memberikan fasilitas Visa on Arrival kepada warga Negara Rusia yang berkunjung ke Indonesia terhitung Agustus 2005. Banyak wisatawan Rusia yang berkunjung ke Indonesia menggunakan pesawat charter Transaero yang langsung ke Bali. Pada SKB V RI-Federasi Rusia di Moskow, 8-9 Desember 2008, PT Garuda Indonesia Tbk. dan Aeroflot Rusia sepakat untuk bekerja sama mengusahakan penerbangan langsung dari Indonesia ke Rusia dan sebaliknya.
  • Interfaith Dialogue Indonesia-Rusia berlangsung pada 1-2 Juni 2009 di Moskow dengan mengusung isu demokrasi dan pemberdayaan kaum moderat menuju kemakmuran bangsa. Dihasilkan 21 Butir Rangkuman yang intinya menyebutkan bahwa beragam pengalaman dan pelajaran kedua negara sangat mungkin dijadikan model bagi dunia internasional tentang koeksistensi damai.
  • Pertemuan bertajuk Group for Strategic Vision Russia – Islamic World yang diikuti oleh 17 negara termasuk Indonesia.
  • Setiap tahun Rusia memberikan beasiswa kepada 25 mahasiswa Indonesia, untuk jenjang S-1, S-2 dan S-3. Saat ini sekitar 90 mahasiswa Indonesia tengah menempuh pendidikan di berbagai perguruan tinggi di Rusia. Untuk tahun akademik 2009-2010, Pemerintah Rusia mengalokasikan 35 (tiga puluh lima) beasiswa untuk ketiga program tersebut.
  • Pemerintah RI memberikan program Dharmasiswa kepada mahasiswa Rusia untuk mempelajari Bahasa dan Budaya Indonesia di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
  • Pada 14-19 Januari 2009, Universitas Politeknik Negeri St. Petersburg (UPNSP) berkunjung ke beberapa perguruan tinggi di Indonesia, yaitu UI, ITB, UNPAD, UGM dan UNHAS. Dibahas potensi kerjasama antara UPNSP dengan perguruan-perguruan tinggi tersebut, a.l. pertukaran staf pengajar dan para ahli serta pelaksanaan joint research. UPNSP menandatangani persetujuan kerjasama dengan UI (14 Januari 2009), ITB (15 Januari 2009) dan Unhas.
  • Kerjasama antara Pusdiklat Deplu dan Diplomatic Academy Federasi Rusia, pada 24 September 2008, pengajar Akademi Diplomatik Kemlu Rusia memberikan kuliah umum di Pusdiklat Deplu tentang kebijakan luar negeri Rusia. Pada 17-28 November 2008, peserta magang Sekdilu 33 berkesempatan mengikuti diklat diplomatik berbahasa Inggris yang diadakan the Diplomatic Academy of the MFA of the Russian Federation.
  • Pada saat terjadi bencana tsunami di Aceh dan gempa bumi di Jawa, Rusia memberikan bantuan kemanusiaan kepada Indonesia, termasuk pengiriman tenaga medis.


2.3.3 C. Kerjasama Teknik Militer dan Pertahanan

  • Untuk melengkapi kebutuhan peralatan militer dalam negeri, Indonesia menjajaki dan membeli peralatan militer dari Rusia.
  • Pemerintah Rusia memberikan state loan sebesar US$ 1 milyar kepada Indonesia untuk pengadaan peralatan militer Indonesia dari Rusia. Bottom of Form

2.4. Analisa

Diplomasi bilateral yang dilakukan oleh Rusia-Indonesia merupakan diplomasi yang mengacu pada istilah-istilah :

  • Diplomacy software[8]

Piranti lunak diplomasi. Yang dimaksud adalah manusia pelaksana kegiatan diplomatik. Mereka adalah penentu keberhasilan sebuah misi diplomatik. Apabila diplomasi dijalankan oleh seorang “seniman” diplomasi, alias diplomat yang pandai, maka tingkat keberhasilan diplomasi akan sangat tinggi. Sebaliknya apabila yang melaksanakan adalah orang-orang yang tidak tepat alias tidak ahli dalam bidangnya, maka kepentingan nasional sebuah negara tidak akan tercapai dengan baik. Hal ini dapat terlihat dengan jelas. Kepemimpinan Putin yang luar biasa, merupakan aktor yang berperan penting dalam menentukan keberhasilan berdiplomasi dengan negara Indonesia. Meskipun ia bukanlah diplomat, yang fungsinya menjalankan misi-misi diplomatik, namun sebagai presiden pada saat itu, pengaruh kepemimpinannya yang hebat berpengaruh terhadap hubungan diplomatik dengan Indonesia.

  • Soft Diplomacy

Merupakan istilah yang berkembang sebagai modifikasi dari diplomasi budaya. Soft diplomacy lebih ditujukan pada pengertian diplomasi yang digunakan kepada suatu negara dengan menggunakan aspek-aspek non milter. Contohnya: budaya. program Dharmasiswa kepada mahasiswa Rusia untuk mempelajari Bahasa dan Budaya Indonesia di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Melalui budaya ini, pemerintahan Rusia berharap dapat terus meningkatkan hubungan kerjasama melalui soft diplomacy : budaya.

Vladimir V Putin pun banyak melakukan diplomasi bilateral dengan Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari kunjungan Putin ke Indonesia untuk menandatangani MoU kesepakatan hubungan bilateral Rusia dan Indonesia.


Dalam setiap keputusannya, terlihat otoritas yang sangat besar yang dapat dikendalikan oleh Putin. Menurut teori variabel dalam ilmu hubungan internasional, kita bisa melihat ada 3 sistem yang sangat menonjol dan mempengaruhi kebijakan luar negeri Rusia terhadap Indonesia, yaitu :

  1. Variabel Ideosinkretik

Jika kita menganalisa lebih jauh pribadi dari Vladimir V. Putin serta latar belakang yang dimilikinya, jelas sudah bahwa Putin memang sangat berpotensi menjadi seorang pemimpin yang sukses. Dilihat dari latar belakang keluarganya serta didikan ayahnya yang berasal dari kalangan militer, membuat ia menjadi pion strategi yang sangat baik dalam menghasilkan suatu kebijakan. Putin sendiri, dikelilingi oleh orang – orang kepercayaannya dalam memimpin pemerintahan Rusia. Hal ini semakin menekankan bahwa komunisme, tetap menjadi dasar dalam pemerintahan Putin. Hanya saja, paham ini sudah mulai disesuaikan dengan keadaan di masa sekarang. Sebagai seorang pemimpin, Putin bisa dikatakan sebagai pemimpin yang tidak terlalu diktator, tetapi juga tidak terlalu demokratis. Hal ini dilatar belakangi oleh ayah ibunya yang sangat bertentangan. Selain itu dalam pembangunan ekonomi di negaranya, Putin memiliki pengaruh yang sangat besar. Karena dilator belakangi pengalaman pribadinya yang sempat merasakan krisis

ekonomi yang melanda negaranya setelah masa Perang Dunia II. Hal ini membuat Putin sangat berambisi untuk membangun perekonomian negaranya.

  1. Variabel Eksternal

Variabel ini cenderung ambil bagian dalam kebijakan yang Rusia terhadap Indonesia. Karena pada masa itu, Rusia sangat berambisi untuk mengakhiri hegemoni Amerika Serikat yang sangat mendominasi. Hal ini yang memacu Rusia untuk melakukan kerjasama yang intensif dengan Indonesia. Karena Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas muslim, dianggap mampu untuk membantu Rusia dalam upaya meruntuhkan hegemoni Amerika Serikat. Karena pada saat pasca peristiwa 9/11, Amerika Serikat menganggap bahwa negara – negara muslim adalah sarang teroris. Sehingga Rusia, justru merangkulnya dengan pertimbangan negara – negara mayoritas Muslim, memiliki dominasi di dunia internasional. Sehingga memungkinkan Rusia untuk melebarkan kerjasamanya dan membuat hegemoni Amerika Serikat semakin berkurang.



BAB III

P E N U T U P


3.1 Kesimpulan

Hubungan bilateral suatu negara tentunya tidak akan pernah lepas dari beberapa faktor seperti kebijakan luar negeri, peranan pembuat kebijakan luar negeri, dan yang lainnya. Namun, tidak dapat ditampikkan bahwasanya, aktor juga berperan penting dalam menjalin diplomasi. Salah satunya pemimpin di Rusia, Vladimir V Putin yang memiliki pengalaman dan pendikan dalam kepemerintahan sehingga Rusia dapat kembali bangkit dan menjalin kerjasama dan melakukan hubungan diplomatik dengan negara-negara lain, terutama Indonesia.


Putin memang sangat berpotensi menjadi seorang pemimpin yang sukses. Dilihat dari latar belakang keluarganya serta didikan ayahnya yang berasal dari kalangan militer, membuat ia menjadi pion strategi yang sangat baik dalam menghasilkan suatu kebijakan. Dalam mengemban tugasnya sebagai seorang presiden, Putin juga dikelilingi oleh orang – orang kepercayaannya dalam memimpin pemerintahan Rusia. Hal ini semakin menekankan bahwa komunisme, tetap menjadi dasar dalam pemerintahan Putin.

Dan, sebagai seorang pemimpin, Putin adalah sosok yang tidak terlalu diktator, tetapi juga tidak terlalu demokratis.


Rusia, sebuah negara yang memiliki peranan cukup penting dalam tatanan dunia internasional saat ini. Walaupun demikian, peranan Rusia kini tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan peranan Uni Sovyet dahulu pada saat pecahnya Perang Dingin. Akan tetapi, usaha yang dilakukan Rusia untuk menjadi penyeimbang kekuatan Amerika Serikat tidak dapat diacuhkan begitu saja. Salah satunya dapat dibuktikan dengan upaya Rusia merangkul Negara Islam yang selama ini menjadi musuh utama Amerika Serikat, terutama pasca serangan teroris 11 September 2001.


Indonesia adalah satu contoh negara yang mendapatkan fokus utama dalam pelaksanaan diplomasi bilateral Rusia-Indonesia. Indonesia dipandang dapat menjadi mitra kerjasama yang kuat. Berbagai upaya pendekatan pun dilakukan oleh pemerintah Rusia. Usaha-usaha yang dilakukan Rusia di antaranya meliputi kerjasama dalam berbagai bidang seperti, ekonomi, pertahanan dan keamanan, sosial dan budaya, serta sosial agama. Hal ini dilakukan karena menurut pemerintah Rusia dapat meningkatkan kerja sama dengan dunia Islam, secara khusus Indonesia yang merupakan negara penduduk muslim terbesar di dunia. Ibarat rumah yang bernama dunia Islam, Indonesia adalah pintu utama rumah tersebut.


Diplomasi bilateral yang dilakukan pada Rusia-Indonesia pada masa pemerintahan Vladimir V.Putin ialah diplomacy software dan soft diplomacy. Diplomasi bilateral yang dilakukan antara Rusia-Indonesia ini dinilai berhasil dan terus mengalami peningkatan kerjasama pada masa pemerintahan Vladimir V. Putin.

Dalam ilmu hubungan internasional, ada beberapa variabel yang dapat dinilai untuk seseorang atau sekelompok orang pembuat keputusan. Dalam hal ini mengambil variabel ideosinkretik dan variabel eksternal sebagai salah satu pengaruh atau dasar pembuatan kebijakan luar negeri Rusia pada saat itu. Dan, tentunya Presiden Vladimir V.Putin adalah salah satu sorotan utama dalam pelaksanaan kebijakan luar negeri pada saat itu, karena Putin lah yang sedang menjabat sebagai presiden Rusia. Tentunya, kebijakan luar negeri (maupun dalam negeri) akan mengalami pengaruh dari kepribadian Putin.


Selama hubungan diplomatik bilateral Rusia-Indonesia pada masa pemerintahan Vladiir V Putim. Putin dinilai berhasil dan hubungan terjalin anatara Rusia dan Indonesia mampu menghasilkan senyum diantara kedua negara.



D A F T A R P U S T A K A


BUKU

Fukuyama,Francis, The End of History and The Last Man,USA: Penguin Books, 1992.

Saragih, Simon, Bangkitnya Rusia : Peran Putin dan Eks KGB ,Jakarta : Kompas,2008.

Wirajuda, Dr. N. Hassan, Hubungan Internasional: Percikan Pemikiran Diplomat Indonesia, Jakarta : Gramedia, 2004


INTERNET

http://harwantodahlan.multiply.com/journal diakses pada tanggal 1 Juni 2010

http://www.indonesia.mid.ru/mfa_ind_01.html diakses pada tanggal 18 Mei 2010

http://id.wikipedia.org/wiki/Vladimir_Putin diakses pada tangga.05 diakses pada tanggal 29 Mei 2010

http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&jd=Peran-Internasional-Indonesia-Dalam-Hubungannya-Dengan-Kepentingan- diakses pada tanggal Nasional&dn=20070719234709 diakses pada tanggal 30 Mei 2010


JURNAL

Luhulima, Analisis CSIS:Hubungan Indonesia dengan Negara-Negara Eropa Tengah dan Eropa Timur,Vol.37.No.1,Jakarta:CSIS,2008.



[1] Francis Fukuyama, The End of History and The Last Man, (USA: Penguin Books, 1992), hlm.199-208

[3] Luhulima,2008,Analisis CSIS:Hubungan Indonesia dengan Negara-Negara Eropa Tengah dan Eropa Timur,Vol.37.No.1,Maret,hlm. 83-103

[5] Simon Saragih,Bangkitanya Rusia: Peran Putin dan Eks Kgb,Jakarta: Kompas,2008,hlm 85-115.

[6] http://www.indonesia.mid.ru/mfa_ind_01.html diakses pada tanggal 18 Mei 2010 pukul 17.00 WIB.

[7] ibid

[8] http://harwantodahlan.multiply.com/journal dliakses pada tanggal 1 Juni 2010 pukul 23.50 WIB