Senin, 31 Mei 2010

Defence Cooperation Agreement Indonesia - Singapura OLEH : NAFITRI DAULAY 209000301

BAB I

PENDAHULUAN


1.1 Gambaran Umum


Defence Cooperation Agreement adalah kerjasama di bidang pertahanan dan keamanan yang dilakukan oleh Indonesia dan Singapura. Kerjasama ini juga merupakan wujud dari kepentingan Singapura yang membutuhkan wilayah untuk melatih militernya. Defence Cooperation Agreement ini muncul ketika Indonesia mendesak Singapura untuk meratifikasi Perjanjian Ekstradisi yang sudah diinginkan oleh Indonesia sejak 30 tahun. Seperti yang kita ketahui, Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura sudah ditandatangani sejak 27 April 2007 yang lalu. Namun, Singapura masih belum bersedia untuk meratifikasi, dan juga terkesan menunda – nunda proses ratifikasi Perjanjian Ekstradisi tersebut.

Singapura bukannya tidak tahu bahwa selama ini negaranya dicap sebagai “negara surga koruptor”. Namun, bukannya memperbaiki diri, Singapura terkesan melempar kesalahan kepada negara lain. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Menteri Luar Negeri Singapura, George Young Boon Yeo yang mengatakan : “Kalau ada warga negara Indonesia yang tinggal di Singapura dan menanam uangnya disini, mengapa kami yang disorot ? kalau betul orang itu punya masalah kriminal keuangan mengapa paspornya tidak ditahan saja ? kalau paspornya ditahan, mereka tidak bisa lari. Jangan setelah lari baru diributkan”[1].


Alasan yang dikemukakan Singapura dalam menolak Perjanijan Ekstradisi ini bermacam – macam. Diantaranya adalah, adanya perbedaan defenisi korupsi itu sendiri, prinsip hukum yang berbeda, masalah tak ingin mengganggu kenyamanan orang – orang selama berada di negara tersebut, masalah kerahasiaan bank agar mau menyimpan uang di Singapura, dapat menggagalkan proses reklamasi pantai dan selain itu, Singapura akan kehilangan investasi – investasi para koruptor Indonesia yang telah menjadi aset negara Singapura, karena dalam Perjanjian Ekstradisi juga dibahas tentang pengembalian aset – aset Indonesia yang dibawa ke Singapura.


Namun di sisi lain, Indonesia sangat berkepentingan dengan Singapura dalam hal Perjanjian Ekstradisi ini, karena seperti yang kita ketahui Singapura telah menjadi “surga” bagi para koruptor Indonesia. Oleh karena itulah Indonesia melakukan upaya – upaya diplomasi agar Singapura bersedia untuk meratifikasi Perjanjian Ekstradisi tersebut. Salah satunya dengan menyetujui adanya Perjanjian Pertahanan Keamanan atau Defence Cooperation Agreement sebagai “syarat” dari Singapura.


Penggunaan wilayah Indonesia untuk keperluan latihan militer Singapura sebenarnya bukanlah hal yang baru, sejak tahun 1995 antara Indonesia dan Singapura sudah memiliki apa yang dikenal sebagai MTA (Military Training Area) yang meliputi 2 wilayah. Wilayah I adalah perairan Tanjung Pinang, sedangkan wilayah II adalah perairan Laut Cina Selatan. Dan dalam perkembangannya, Indonesia menilai bahwa Singapura sering melakukan pelanggaran wilayah kedaulatan saat melakukan latihan militer. Termasuk juga melibatkan pihak ketiga seperti Amerika Serikat dan Australia tanpa seizin Indonesia[2]. Dan hal ini tentunya akan membuat publik bertanya – tanya mengapa pemerintah masih bersedia untuk menandatangani Defence Dooperation Agreement ini.


1.2 Kerangka Permasalahan


Berdasarkan gambaran umum tentang Defence Cooperation Agreement diatas, maka hal – hal menarik yang menurut saya menarik untuk diangkat sebagai permasalahan dalam makalah ini antara lain :

  • Apakah dampak–dampak positif dan negatif dari Defence Cooperation Agreement ini terhadap kedua belah pihak negara ?
  • Apakah Defence Cooperation Agreement ini sebenarnya lebih menguntungkan salah satu pihak atau tidak ?


BAB II

PEMBAHASAN


2.1 Penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri


Politik Luar Negeri yang dijalankan antara Indonesia dengan Singapura dalam hal Perjanjian Pertahanan dan Keamanan atau DCA ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh masing – masing pemerintah dari negara tersebut untuk mendukung dan mewujudkan kepentingan nasionalnya. Karena seperti yang kita ketahui bahwa untuk memenuhi kebutuhan nasional, setiap negara harus mengadakan interaksi antara satu sama lain. Dalam UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, Bab II Pasal 5 – Pasal 12 ditentukan sebagai berikut :


  • Hubungan luar negeri diselenggarakan sesuai dengan politik luar negeri, peraturan perundang – undangan nasional dan hukum, serta kebiasaan internasional
  • Ketentuan yang dimaksud diatas berlaku bagi semua penyelenggara hubungan luar negeri, baik pemerintah maupun non pemerintah
  • Kewenangan penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri Pemerintah Republik Indonesia berada di tangan presiden, sedangkan dalam hal menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain diperlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
  • Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat negara selain Menteri Luar Negeri, pejabat pemerintah atau orang lain sebagaimana dimaksud di atas melakukan konsultasi dan koordinasi dengan menteri
  • Dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri mungkin terjadi tindakan – tindakan atau terdapat keadaan – keadaan yang bertentangan atau tidak sesuai dengan politik luar negeri, perundang – undangan nasional, serta hukum dan kebiasaan internasional. Tindakan dan keadaan yang demikian haruslah dihindarkan. Oleh karena itu, menteri perlu mempunyai wewenang untuk menanggulangi terjadinya tindakan – tindakan atau terdapatnya keadaan – keadaan tersebut dengan mengambil langkah – langkah yang diangggap perlu
  • Langkah – langkah yang dapat diambil oleh Menlu yang dimaksud disini dapat bersifat preventif, seperti pemberian informasi tentang pokok – pokok kebijakan pemerintah di bidang luar negeri, permintaan untuk tidak berkunjung ke suatu negara tertentu dan sebagainya. Langkah – langkah ini juga dapat bersifat represif, seperti : peringatan terhadap pelaku hubungan luar negeri yang tindakannya bertentangan atau tidak sesuai dengan kebijakan politik luar negeri dan peraturan perundangan nasional dalam penyelenggaraan hubungan luar negerinya, mencegah tindak lanjut suatu kesepakatan yang mungkin dicapai oleh pelaku hubungan luar negeri di Indonesia dengan mitra asingnya, mengusulkan kepada yang berwenang untuk melakukan tindakan administratif kepada yang bersangkutan, dan sebagainya
  • Selanjutnya, mengenai pembukaan dan pemutusan hubungan diplomatik atau konsuler dengan negara lain serta masuk kedalam atau keluar dari keanggotaan Organisasi Internasional ditetapkan oleh presiden dengan memperhatikan pendapat DPR. Sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 9 (1) UUD No. 37/1999, bahwa pembukaan hubungan diplomatik atau konsuler sebagaimana dimaksud dalam ayat ini mencakup pembukaan kembali hubungan diplomatik atau konsuler
  • Pemutusan hubungan diplomatik atau konsuler sebagaimana dimaksud dalam ayat ini mencakup penghentian untuk sementara kegiatan diplomatik atau konsuler dengan atau di negara yang bersangkutan[3]
  • Sedangkan pengiriman pasukan atau misi pemeliharaan perdamaian ditetapkan oleh presiden dengan memperhatikan pendapat DPR, (Pasal 10), sebagai sumbangan pada upaya pemeliharaan perdamaian internasional, sejak 1965 Indonesia telah berkali – kali mengirimkan pasukan atau misi pemeliharaan perdamaian, terutama dalam rangka PBB. Peran serta Indnoesia dalam kegiatan internasional itu sesuai dengan pembukaan UUD 1945, yang menyatakan antara lain bahwa : ”Salah satu tujuan Pemerintah Negara Indonesia adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.” Oleh karena itu, pengiriman pasukan atau misi pemeliharaan perdamaian merupakan pelaksanaan politik luar negeri, dalam mengambil keputusan presiden memperhatikan pertimbangan menteri. Disamping itu melibatkan berbagai lembaga pemerintah, maka pengiriman pasukan atau misi perdamaian demikian ditetapkan dengan keputusan presiden
  • Dalam upaya mengembangkan hubungan luar negeri dapat didirikan lembaga kebudayaan, lembaga persahabatan, badan promosi, dan lembaga atau badan Indonesia lainnya di luar negeri. Pendirian lembaga dan atau badan dimaksud diatas, hanya dapat dilakukan setelah mendapat pertimbangan tertulis dari menteri
  • Dalam usaha untuk mengembangkan hubungan luar negeri dapat juga didirikan lembaga persahabatan, lembaga kebudayaan, dan lembaga atau badan kerja sama asing lainnya di Indonesia. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pendirian lembaga atau badan kerjasama asing dimaksud diatas diatur dengan Peraturan Pemerintah


2.2 Dampak Bagi Singapura


Sebagai sebuah negara kecil, Singapura memiliki kekuatan militer yang besar di kawasan Asia Pasifik dengan anggaran militer terbesar dan juga angkatan bersenjata yang professional dan modern. Singapura pun memiliki strategi pertahanan yang menyerupai Israel yang mengandalkan kekuatan pasukan cadangan dan persenjataan yang berteknologi tinggi. Singapura mematok sekitar 6% GDP nya untuk keperluan militer tiap tahunnya dan angka tersebut melebih jumlah yang dianggarkan oleh negara – negara lain yang berada di kawasan Asia Tenggara, seperti Thailand 1,5%, Malaysia 2,1% dan Indonesia 1,7% GDP[4].


Total anggaran Singapura tahun 2006 diprerkirakan mencapai 10,05 milliar dollar AS, dan mengalami peningkatan 787,06 juta dollar AS atau 8,5% dari anggaran militer di tahun 2005. Dari anggaran tersebut 9,69 milliar dollar AS (96,5%) digunakan untuk biaya operasional dan sisanya, 355 juta dollar AS (3,5%) digunakan untuk biaya pembangunan. Sebanyak 9,64 milliar dollar AS (99,4%) dari anggaran operasional dialokasikan kepada Angkatan Bersenjata untuk pembayaran perlengkapan militer, mempertahankan perlengkapan kamp, membayar gaji dan pembayaran kepada pasukan cadangan nasional[5]. Namun, Singapura tidak memiliki wilayah yang cukup kuat untuk dijadikan tempat latihan militer dikarenakan luas Singapura yang hanya 645,7 km persegi dan sebagian besar adalah pemukiman dan perkotaan. Maka, Perjanjian Pertahanan Keamanan ini sangat menguntungkan Singapura yang membutuhkan tempat latihan militer. Dimana dalam perjanjian ini tercantum bahwa Singapura berhak menggunakan sebagian wilayah Indonesia untuk dijadikan tempat latihan militer Singapura. Area latihan perang yang dapat digunakan oleh angkatan bersenjata Singapura :


  • Untuk latihan perang darat : Baturaja, Sumatera Selatan (sekitar 220 kilometer selatan Palembang)
  • Untuk latihan perang udara (Area Alfa)
  1. Kawasan latihan penembakan udara (Air Weapon Range/AWR)
  2. Kawasan latihan pertempuran udara (Air Combating Manuvering Range/ACMR). Kedua fasilitas latihan perang udara tersebut berada di Seabu, 45 kilometer barat daya dari kota Pekanbaru.

  • Untuk latihan perang laut
  1. Area Bravo di kawasan perairan barat daya Kepulauan Batuna (untuk lokasi latihan manuver kapal perang)
  2. Wilayah laut sekitar blok Kayuara di Laut Cina Selatan. Nantinya di kawasan ini Singapura akan menempatkan fasilitas latihan menembak untuk kapal perang, Naval Gunfire Scoring System (NGSS)[6]


Selain itu, citra Singapura dimata Dunia sebagai negara ”surga koruptor” membawa dampak buruk tersendiri terhadap Singapura. Proses ekonominya yang tertutup, membuat Singapura menjadi tempat yang cocok untuk mempraktekkan proses money laundry. Singapura juga dikenal sebagai negara yang mengelola uang – uang hasil korupsi dari berbagai negara untuk dijadikan aset. Perjajian Ekstradisi (yang merupakan awal mula tercetusnya Perjanjian Pertahanan dan Keamanan/Defence Cooperation Agreement) dapat membuat citra – citra buruk tersebut lepas dari negara Singapura. Karena dalam Perjanjian Ekstradisi tersebut, tercantum bahwa Singapura akan mengembalikan koruptor – koruptor Indonesia yang melarikan diri ke Singapura, dan adanya pengembalian aset – aset negara yang dibawa ke Singapura. Dengan demikian, nama Singapura akan bersih karena membuat persepsi dunia terhadap Singapura yang berani menolak uang hasil korupsi dan mengembalikannya terhadap negara yang bersangkutan.


Bagi Singapura, kerjasama di bidang Pertahanan dan Kemanan ini juga sangat menguntungkan karena meningkatkan status hukumnya dari yang selama ini hanya semacam nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) menjadi perjanjian. RI memberikan izin kepada Singapura untk menggunakan sebagian wilayahnya untuk dijadikan tempat latihan militer Singapura dan sebaliknya, TNI pun bisa menggunakan sebagian wilayah Singapura sebagai tempat berlatih militer dan diberi akses terhadap peralatan dan teknologi militer yang dimiliki oleh Singapura.


Namun, dampak buruknya adalah ekonomi Singapura akan terpuruk akibat mengekstradisi koruptor – koruptor tersebut. Karena, sebagian besar koruptor yang melarikan diri ke Singapura adalah orang – orang yang memiliki kekuatan ekonomi yang cukup kuat di Singapura. Dengan kata lain, apabila koruptor – koruptor Indonesia (yang juga pengusaha) tidak lagi menanamkan investasinya di Singapura, maka Singapura pasti akan bangkrut. Ternyata income terbesar singapura sangat dipengaruhi oleh eksistensi para koruptor Indonesia yang melarikan diri ke negara tersebut. Dan ironisnya, para koruptor dan money launders indonesia yang berada di singapura juga adalah para pengusaha yang berpengaruh di negeri itu. Tentunya akan terjadi ketidakstabilan terhadap perekonomian Singapura apabila nantinya penegak hukum indonesia dapat membawa pulang semua aset hasil kejahatan para tersangka tersebut.


2.3 Dampak Bagi Indonesia


Dengan menandatangani Perjanjian Pertahanan dan Keamanan atau Defence Cooperation Agreement dengan Singapura ini membawa dampak positif dan negative bagi Indonesia. Positifnya, tidak hanya Singapura, tetapi Indonesia juga berhak untuk menggunakan sebagian wilayah negara tersebut untuk dijadikan tempat berlatih militer, serta Indonesia pun mendapatkan akses untuk menggunakan peralatan dan teknologi militer yang dimiliki oleh Singapura. Seperti yang kita ketahui, peralatan perang Singapura sudah 30 tahun lebih canggih dari Indonesia. Sehingga, tentara Indonesia bisa mendapatkan teknologi yang canggih. Singapura juga bersedia untuk mendanai pembangunan sarana dan prasarana latihan militer Indonesia. Sarana dan prasarana itu nantinya akan digunakan untuk latihan militer kedua negara. Singapura akan mendanai 90% biaya pembangunan dan sisanya akan ditanggung oleh Indonesia[7]. Hal ini tercantum dalam poin – poin kesepakatan hasil perundingan yang dilakukan oleh kedua pemerintah:

1. Pengembangan area dan fasilitas latihan di Indonesia untuk latihan bersama TNI dan Singapore Armed Force (SAF) serta provinsi bantuan latihan untuk TNI

  • Restorasi dan pemeliharaan Air Combat Manuvering Range (ACMR)
  • Pembentukan Overland Flying Training Area Range (OFTAR)
  • Pengoperasian dan pemeliharaan Air Weapon Range (AWR)
  • Penyediaan Pulau ARA sebagai latihan bantuan tembakan yang dikenal dengan Naval Gunfire Support Scoring System (NGSSS)

2. Penyediaan akses ke wilayah udara dan laut Indonesia untuk latihan SAF

  • Area Alfa 1 : tes kelaikan udara, check penanganan dan latihan terbang
  • Area Alfa 2 : latihan matra udara
  • Area Bravo : latihan manuver laut Republic of Singapore Navy (RSN) termasuk bantuan tembakan laut dan penembakan rudal bersama Republic of Singapore Air Force (RSAF)


3.
Pelaksanaan latihan secara rinci diatur dalam Implementing Arrangement (IA)

4. SAF boleh latihan bersama negara – negara ketiga di Area Alfa 2 dan area Bravo dengan izin Indonesia

5. Indonesia berhak mengawasi latihan dengan mengirim observer dan berhak berpartisipasi dalam latihan setelah konsultasi teknis dengan pihak – pihak peserta latihan

6. Personel dan peralatan pihak ketiga akan diperlakukan sama dengan personel angkatan bersenjata Singapura

  • Berlaku untuk 25 tahun
  • Para pihak dapat melakukan peninjauan terhadap Defence Cooperation Agreement (DCA) maupun IA setiap 6 tahun sekali setelah masa berlaku awal selama 13 tahun
  • DCA dan IA diperbaharui berlakunya selama 6 tahun setelah setiap peninjauan terkecuali atas kesepakatan bersama


Namun DCA ini juga membawa dampak negative bagi Indonesia. Dengan adanya Defence Cooperation Agreement, terkesan bahwa pemerintah telah mengesampingkan kedaulatan negara Indonesia, karena Indonesia memberikan izin kepada Singapura untuk masuk ke wilayah Indonesia yang luasnya tidak kecil. DCA juga dianggap merupakan langkah awal penyerahan kedaulatan Indonesia kepada Singapura dan sekutunya. Keberatan dari berbagai pihak mengenai isi Perjanjian Pertahanan dan Kemananan (Defence Cooperation Agreement) ini adalah sebagai berikut :


    1. Singapura menentukan sendiri wilayah Indonesia mana yang menjadi tempat latihan bersama antara Indonesia dengan Singapura
    2. Singapura seringkali melanggar batas wilayah yang sudah ditetapkan oleh Indonesia dalam Perjanjian Pertahanan dan Keamanan antar kedua negara
    3. Singapura melibatkan pihak ketiga dalam latihan militernya di wilayah kedaulatan Indonesia tanpa izin dari pihak Indonesia
    4. Perjanian Pertananan dan Kemananan ini menurut pihak Indonesia terlalu lama masa perjanjiannya yaitu selama 25 tahun kedepan


2.4 DCA Berat Sebelah ?


Dalam hal ratifikasi Perjanjian Ekstradisi, Indonesia memang mendapat banyak sekali keuntungan. Diantaranya, pengembalian koruptor – koruptor Indonesia yang melarikan diri ke Singapura beserta aset – aset negara yang dibawa ke negara tersebut. Namun, dalam hal persetujuan untuk mengadakan Defence Cooperation Agreement yang merupakan syarat dari Singapura untuk meratifikasi Perjanjian Ekstradisi tersebut, dapat dikatakan bahwa Indonesia sama sekali tidak mendapatkan dampak positif apapun dengan menandatangani Perjanjian Pertahanan Keamanan ini, karena taruhannya adalah kedaulatan negara, dan kedaulatan negara adalah harga mati yang tidak bisa ditawar lagi. Memang, dalam DCA diatur juga bahwa Indonesia juga berhak untuk menggunakan sebagian wilayah Singapura untuk dijadikan tempat latihan militer. Tetapi, hal ini sangatlah tidak memungkinkan karena wilayah Singapura yang terlalu sempit. Apalagi Singapura diizinkan untuk mengikutsertakan pihak ketiga dalam latihan militer. Kedaulatan Indonesia sudah pasti akan diacak – acak oleh Singapura dan sekutunya.


Selain itu, dalam Defence Cooperation Agreement ini juga diatur bahwa Singapura tidak bertanggung jawab atas segala kerusakan alam dan lingkungan di lokasi latihan perang selama latihan militer berlangsung. Oleh karena itulah, sejumlah daerah menolak wilayahnya untuk dijadikan medan latihan militer. Salah satu penolakan tersebut dilontarkan oleh Bupati Kepulauan Natuna, Daen Rusnadi dalam pertemuannya dengan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, Lukman Edi. Daen Rusnadi meminta Presiden Yudhoyono untuk membatalkan rencana menjadikan wilayah Kabupaten Kepulauan Natuna sebagai tempat latihan perang dikarenakan berbagai hal diantaranya : kerusakan lingkungan hidup dan adanya pipa gas yang tersambung sampai ke Singapura. Dikhawatirkan, pipa gas tersebut akan rusak jika di lokasi tersebut dijadikan lokasi latihan perang. Lokasi tersebut adalah Padang Tujuh yang berada di Pulau Natuna, lokasi yang di bagian bawahnya terdapat banyak pipa gas dan biota lautnya luar banyak. Biota laut tersebut, termasuk terumbu karang akan rusak jika dijadikan lokasi latihan perang[8].


BAB III

KESIMPULAN


Ditinjau dari dampak positif dan negatif dari Defence Cooperation Agreement, terlihat jelas sekali bahwa perjanjian ini sama sekali tidak membawa keuntungan tersendiri bagi Indonesia, dan hanya menguntungkan Singapura semata. Bukankah saling serah buronan saja sebenarnya sudah impas ? dan bukankah sebenarnya menyerahkan buronan yang diminta itu adalah suatu kewajiban moral, apalagi bagi negeri yang bertetangga ?

Namun, hal yang lebih targis lagi adalah, Singapura sanggup membuat Indonesia menjadi tidak berdaya dalam kesepakatan Perjanjian Pertahanan Keamanan atau Defence Cooperate Agreement. Dan bahkan berhasil membuat Indonesia menandatangani perjanijan ini, alih – alih untuk mencapai kepentingan nasional Indonesia yaitu mengejar koruptor – koruptor beserta aset – aset negara Indonesia yang dilarikan ke Singapura. Tercapainya kepentingan nasional suatu negara bukan berarti harus dengan mengorbankan harga diri dan kedaulatan wilyahnya. Jika dilihat dari segi kewibawaan dan harga diri, tentu akan sangat tragis dan ironis, bahwa Indonesia yang mempunyai wilayah begitu besar dengan penduduk 230 juta jiwa itu ternyata tidak memiliki kekuatan dan kewibawaan dihapan sebuah negara kota yang berpenduduk 4 juta jiwa tersebut. DCA telah mencederai sekaligus mengkhianati konstitusi negara Indonesia serta secara tidak langsung telah memfasilitasi kekuatan militer Singapura di Indonesia untuk membangun daerah militer dan melakukan kegiatan militer.


Jelas terlihat bahwa diplomasi Indonesia terhadap Singapura tidak berdaya, dan mengingat bahwa perjanjian tersebut tidak hanya melibatkan Departemen Luar Negeri, melainkan juga Departemen Pertahanan. Maka menjadi jelas bahwa, walaupun sudah di backing oleh Departmen Pertahanan pun Indonesia masih tidak berdaya. Seharusnya pemerintah Indonesia lebih tanggap dalam melihat kelemahan diplomasi yang dilakukan para diplomatnya dalam memperjuangkan dan memenangkan kepentingan Indonesia di forum internasional. Dalam hubungan internasional atau politik internasional, kemampuan ekonomi dan kekuatan militer suatu negara adalah sebagai faktor penekan atau pendorong keberhasilan diplomasi.


DAFTAR PUSTAKA

Referensi Buku :

Ihza, Yusron. Tragedi dan Strategi Pertahanan Nasional, Edisi Kedua, PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2009

Syahmin, AK. Hukum Diplomatik Dalam Kerangka Studi Analisis, Edisi Pertama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008


Referensi Internet :

Budiono Kartohadiprojo, ”Dilema Cinta pada Negeri Tetangga”

http://www.gatra.com/2007-08-21/versi_cetak.php?id=107040

“Natuna Resmi Tolak Daerahnya Arena Perang” http://news.melayuonline.com/?a=a05xL3FMZVZBUkU4Ng%3D%3D=


Referensi Surat Kabar :

Kompas, “Area Latihan Perang”. 2 Mei 2007

Koran Tempo, “Singapura Akan Biayai Pembangunan Sarana Militer”. 30 April 2007


[1] Gatra.com 4 Januari 2006

[2] Yusron Ihza, Perjanijan Kadal Singapura halaman 35

[3] Pembukaan atau pembukaan kembali hubungan diplomatik atau konsuler dilakukan menurut tata cara yang lazim dianut dalam praktik internasional

[4] Israel di Asia Tenggara : Sisi lain Singapura Bagi Tetangganya http://swaramuslim.net/more.php?id=A288_0_1_0_M

[5] Budiono Kartohadiprojo “Dilema Cinta Pada Negeri Tetangga”. http://www.gatra.cobm/2007-08-21/versi_cetak.php?id=107040

[6] Kompas, “Area Latihan Perang” 2 Mei 2007

[7] Koran Tempo, Artikel “Singapura Akan Biayai Pembangunan Sarana Militer”. 30 April 2007

[8] “Natuna Resmi Tolak Daerahnya Arena Perang” http://news.melayuonline.com/?a=a05xL3FMZVZBUkU4Ng%3D%3D=

1 komentar:

  1. Tulisan Anda lebih memfokuskan pada analisa kritis terhadap untung rugi DCA bukan pada dinamika proses diplomasi yang dilakukan kedua negara untuk sepakat dalam perjanjian ini.

    BalasHapus