Rabu, 26 Mei 2010

DIPLOMASI DALAM UPAYA MELAKUKAN NORMALISASI HUBUNGAN DIPLOMATIK SINO-AS TAHUN 1970-1972

DIPLOMASI DALAM UPAYA MELAKUKAN NORMALISASI HUBUNGAN DIPLOMATIK SINO-AMERIKA SERIKAT TAHUN 1970-1972

Oleh : Mariska Estelita
209000038
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era perang dingin adalah suatu periode dimana dua blok yaitu Amerika dengan liberalismenya dan Uni Soviet dengan komunismenya bersitegang dalam rivalitas yang menatasnamakan perbedaan ideologi. Hal ini berdampak pada sikap kedua blok terhadap negara-negara lain yang berideologi berbeda. Salah satu contohnya adalah hubungan antara Amerika Serikat dengan RRC (Republik Rakyat Cina) yang tidak harmonis semenjak RRC menganut ideologi komunis dibawah pimpinan Mao Zhe Dong sejak tahun 1949. Hubungan keduanya pun memburuk. Di lain pihak, sebenarnya hubungan Cina dan Uni Soviet juga tidaklah harmonis walaupun kedua belah pihak menganut ideologi yang sama. Keduanya merasa bahwa walaupun mereka menganut ideologi yang sama, akan tetapi pada kenyataannya implementasi keduanya berbeda. Selain itu, permasalahan perbatasan teritorial juga menjadi salah satu pemicu renggangnya hubungan antara Cina dan Uni Soviet.

Sebenarnya, AS (Amerika Serikat) mengaku masih menghormati Cina sebagai negara yang menganut paham yang berbeda dengan liberalisme yang dianut negeri Paman Sam itu. AS tidak ingin memaksakan kehendaknya terhadap Cina, akan tetapi fakta mengungkapkan hal yang berbeda. Kebijakan-kebijakan yang saat itu diterapkan oleh AS sangatlah anti komunis. Hal ini juga ditunjukkan oleh sikap AS yang lebih memilih untuk mendukung Koumintang yang memimpin Taiwan untuk memisahkan diri dengan Cina. pemerintahan komunis yang dianut Mao Zhe Dong. Hubungan keduanya pun menjadi tidak harmonis. AS menjalankan kebijakan untuk tidak melakukan hubungan diplomatik terhadap Cina dan beberapa kebijakan yang cenderung anti Cina.

Lalu, apakah ketegangan ini terus berjalan tanpa adanya normalisasi? Cina melihat posisinya dalam segitiga Uni Soviet, AS, dan Cina sebagai negara yang tidak memiliki hubungan baik dengan AS maupun Uni Soviet akhirnya menmutuskan untuk membuka diri terhadap AS walaupun AS memiliki ideologi yang berbeda. Hal ini dipertimbangkan oleh Mao Zedong, pemimpin Cina pada saat itu, agar dapat memberikan keuntungan kepada Cina. Mao menyadari bahwa kemampuan dan kekuatan Cina tidak akan mampu menandingi kekuatan kedua blok yang saling bersaing untuk menghegemoni dunia saat itu. Mao pun memiliki perspektif bahwa akan menjadi lebih baik apabila Cina membuka hubungan yang harmonis dengan salah satu pihak. Hal ini disebabkan oleh pemikiran Mao dalam memandang dunia internasional melalui teori dunia ketiga. Selain itu, berbagai perselisihan dengan Uni Soviet seperti perbedaan penerapan ideologi, masalah teritorial, dan memburuknya hubungan Sino-Soviet pasca kepemimpinan Stalin berakhir juga membuat Cina lebih mengurungkan niatnya untuk condong ke arah Uni Soviet.


Proses normalisasi pun dilakukan. Mao melihat peluang yang tepat bagi Cina dengan melakukan diplomasi pingpong sebagai langkah awal untuk melakukan proses diplomasi untuk mewujudkan normalisasi hubungan keduanya Untuk pertama kalinya dalam kurun waktu kurang lebih 20 tahun, presiden AS membuka hubungan dengan RRC dan melakukan kunjungan ke China. AS yang pada saat itu dipimpin oleh Richard Nixon mengalami putaran haluan dalam menjalankan politik luar negerinya. AS merubah sikapnya terhadap Cina dan membuka diri untuk menjalin hubungan dengan Cina. Normalisasi Sino-AS yang ditandai dengan persetujuan melalui “Shanghai Dominique” ini membuktikan bahwa hubungan dua negara yang memiliki perbedaan ideologi dapat dinetralisir melalui jalur diplomasi. Makalah ini akan mencoba memaparkan bagaimana proses pendekatan untuk mewujudkan normalisasi yang dilakukan Cina dan AS dalam rangka mewujudkan hubungan diplomatik yang harmonis.



B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan tersebut, makalah ini akan mencoba untuk menganalisa dan menjawab pertanyaan :

Bagaimanakah proses normalisasi hubungan Cina dan Amerika Serikat ?

C. Kerangka Pemikiran

1. Konsep National Interest
Menurut Morghentau, kepentingan nasional (national interest) merupakan suatu usaha sebuah negara untuk mengejar power. Oleh karena itu, strategi diplomasi yang dijalankan oleh suatu negara haruslah dimotivasi oleh kepentingan nasionalnya, bukan oleh kriteria moralistik atau legalistik. Negara harus dapat mengambil langkah yang tepat untuk mempertahankan eksistensi dan kepentingan nasionalnya dalam percaturan politik internasional. Oleh sebab itu, keputusan yang diambil oleh negara haruslah realistik. Konsep kepentingan nasional ini sangat signifikan dalam memahami berbagai perilaku internasional. Konsep ini adalah hal yang fundamental dalam menjelaskan politik luar negeri yang dilakukan suatu negara. Kepentingan nasional juga menjadi tujuan dari suatu negara untuk bertahan hidup dalam politik internasional. Selain itu, kepentingan nasional juga menjadi faktor yang memperngaruhi para pembuat keputusan dari suatu negara dalam mewujudkan politik luar negerinya dan menentukan arah kebijakan dalam menjalin hubungan diplomatik dan melakukan diplomasi terhadap negara lain.


2. Diplomasi sebagai instrumen interaksi dalam dunia internasional

Dalam makalah ini, digunakan konsep diplomasi yang dilihat dari pelaksanaannya yaitu first dan second track diplomacy. First track diplomasy adalah diplomasi yang dilakukan oleh state actor dimana kepala negara maupun pejabat pemerintahan seperti menteri luar negeri maupun perwakilan atau duta besar . Second track diplomacy merupakan diplomasi informal yang dilakukan oleh aktor-aktor non state atau aktor-aktor non pemerintahan yang memberikan konstribusi dalam menjalin hubungan dengan negara lain.

3. Teori Tiga Dunia
Teori ini merupakan pemikiran dan point of view Mao Zedong dalam menyikapi posisi Cina di tatanan dunia internasional. Dalam teori ini, terdfapat tiga kategori yaitu dunia pertama yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai imprealis, dan negara-negara seperti Jepang, Kanada dan Eropa sebagai dunia kedua. Sedangkan China, Afrika, negara-negara Amerika Latin dan negara-negara Asia (selain Jepang) sebagai dunia ketiga. Cina menyerukan negara-negara dunia kedua dan ketiga untuk melawan hegemonisme.
4. Konsep strategic Triangle
Konsep ini menggambarkan bahwa dunia terbagi dalam tiga kekuatan yaitu Amerika Serikat, Cina, dan Uni Soviet. Ketiga pihak berada dalam hubungan yang kompetitif, saling menunjukkan kekuatan, dan berada dalam sebuah rivalitas. Secara rinci dapat dikatakan bahwa ketiga pihak tidak memiliki hubungan yang benar-benar merupakan sebuah pertemanan selain hubungan pertemanan yang dilakukan sdemi kepentingan nasional masing-masing. Konsep ini dapat dilihat dari hubungan berikut :

• Amerika Serikat versus Uni Soviet
• Cina versus Amerika Serikat
• Cina versus Uni Soviet






BAB II
PEMBAHASAN

II.A. Memburuknya Hubungan AS dan RRC


Dalam periode perang dingin, pertentangan dua kubu yaitu antara AS dan Uni Soviet memberikan pengaruh yang cukup besar bagi Cina dalam menentukan posisinya di tatanan dunia internasional. Dapat dikatakan, hubungan Cina dengan Uni Soviet yang notabene memiliki kesamaan ideologi tidaklah berjalan harmonis. Berbagai permasalahan membuat keduanya berada dalam hubungan yang tidak akur. Dalam menerapkan komunisme, Uni Soviet dan Cina memiliki perbedaan saling bersaing untuk menyebarkan ideologi masing-masing. Kerenggangan hubungan antara keduanya pun dipicu oleh ketidakpuasan Cina terhadap sikap Soviet semenjak berakhirnya pemerintahan Stalin. Tidak hanya itu, permasalahan teritorial juga membuat keduanya berselisih. Hal ini membuat Cina menjaga jarak dari Uni Soviet.

AS memandang perselisihan antara Uni Soviet dan Cina bukanlah hal yang menguntungkan. AS lebih memilih untuk bersikap tidak peduli terhadap perseteruan dua kubu yang menganut komunisme tersebut. Bagi AS, hal tersebut hanyalah cermin dari sikap inkonsistensi yang ditampilkan oleh negara Asia selama ini. Jadi, AS berpendapat bahwa tidak ada untungnya untuk ikut campur tangan dalam urusan Cina. AS memutuskan untuk tidak menjadi penengah antara konflik Uni Soviet dan Cina. Selain itu, AS juga tidak ingin memperuncing konflik keduanya, karena bagi AS, konflik keduanya tidak memberikan keuntungan bagi AS. Oleh karena itu, AS menekankan bahwa pihaknya tidak akan bergabung dengan salah satu pihak agar memiliki kekuatan untuk melawan pihak lainnnya. AS menyatakan tidak akan mengganggu Cina dan masih menghargai keberadaan Cina dengan tidak melakukan tindakan-tindakan yang konfrotatif terhadap Cina.

Akan tetapi, fakta mengatakan bahwa hubungan Cina dengan AS juga tidaklah berjalan dengan harmonis begitu saja. Memburuknya hubungan antara AS dan Cina dimulai oleh kepemimpinan Mao Zedong yang menganut komunisme. Mao memimpin RRC dengan ideologi komunisnya yang bersebrangan dengan ideologi liberal AS. Walaupun AS menyatakan tidak ambil pusing terhadap urusan Cina yang menganut komunisme, AS menerapkan beberapa kebijakan yang tidak bersahabat kepada Cina. Mulai dari tindakan AS pada perang Korea tahun 1950 yang mengerahkan pasukannya untuk memasuki perbatasan wilayah Cina yang menghadap ke Korea Utara dalam rangka meredam ekspansi komunisme. Selain itu, beberapa kebijakan luar negeri yang tidak ramah diterapkan oleh AS kepada Cina, seperti menerapkan embargo perdagangan terhadap Cina dan melakukan kontrol terhadap mata uang Cina agar melemahkan Cina secara ekonomi. Tidak hanya itu, salah satu penyebab yang paling signifikan yang membuat Cina memusuhi AS adalah sikap AS yang lebih memilih untuk mendukung Koumintang di Taiwan. Hal ini menyangkut tentang kebijakan AS dalam menyikapi fenomena one China policy. Pihak RRC bersikeras bahwa hanya ada satu negara yang dikaui sebagai negara Cina yaitu RRC, bukan Taiwan yang dipimpin Koumintang. Akan tetapi AS sepertinya lebih memilih untuk mengakui pemerintahan Koumintang dan memicu ketegangan dengan Cina.

Mao Zedong pun menggagas ide revolusi untuk membuat persatuan negara-negara komunis yang disusun untuk melebarkan sayap komunisme dan melawan hegemoni liberalis yang cenderung melakukan imprealisme terhadap negara-negara berkembang terutama di Asia. Cina berusaha menanamkan pengaruh komunisnya ke negara-negara Indochina dan Asia Pasifik. Cina memberikan bantuan terhadap negara-negara yang menganut komunisme dan mendukung oposisi-oposisi pemerintah di negara-negara Asia yang menganut komunisme seperti yang mereka lakukan di Thailand, Filipina, dan sebagainya. Cina juga Dibawah pemerintahan Mao Zedong, Cina menyerukan bahwa Amerika Serikat adalah musuh besar Cina.

III.B. Berubahnya Haluan Politik Cina dan Amerika Serikat

Telah terjadi perubahan perspektif Cina dalam menentukan arah kebijakan yang diambil untuk menghadapi dua kekuatan besar yang saat era perang dingin menguasai dunia dengan rivalitas yang tinggi. Dalam menganalisis kedudukan Amerika Serikat dan Uni Soviet yang sama-sama berusaha menghegemoni dunia, Mao Zhedong memiliki pemikiran yang berubah. Hubungan Cina dan Uni Soviet ternyata berjalan dalam tingkat rivalitas dan ketegangan yang dinilai oleh Mao Zedong sebagai ancaman yang lebih berbahaya daripada AS. Semenjak terjadi destalinisasi, Uni Soviet membuka hubungan dengan negara-negara lain untuk menjalin pertemanan. Salah satu negara yang diajak untuk berteman dengan Uni Soviet adalah Jepang. Jepang merupakan negara yang memeiliki paham dan ideologi yang berbeda dengan Soviet. Hal ini menimbulkan kekecewaan sekaligus sakit hati yang dirasakan oleh Mao. Mao merasa kecewa terhadap sikap Uni Soviet yang lebih memilih untuk bersahabat dengan negara yang berbeda ideologi daripada dengan Cina yang sama-sama menganut ideologi komunis. Masalah wilayah perbatasan antara kedua pihak juga turut memperbesar kerenggangan hubungan keduanya.

Mengamati fenomena yang terjadi, Mao Zedong memutuskan bahwa Cina lebih baik mengubah sikapnya terhadap dua kekuatan ini. Cina menyadari kekuatan dan kapabilitasnya tidak dapat bersaing dengan kekuatan yang dimiliki oleh kedua belah pihak. Mao Zedong pun memilih untuk berpihak ataumeminta perlindungan (lean on one side) kepada Amerika Serikat. Cina menganggap bahwa haluan politik luar negerinya sekarang adalah untuk melawan hegemoni Soviet dan Amerika Serikat adalah satu-satunya kekuatan yang dapat menandingi Soviet. Oleh sebab itu, politik luar negeri Cina di era 1970-an lebih disibukkan dengan memperbaiki hubungan dengan Amerika Serikat.

Ternyata Amerika Serikat juga menyadari bahwa kebijakan untuk memusuhi Cina juga tidak selamanya dapat terus dijalankan. Amerika Serikat menyatakan bahwa pihaknya tidak akan bergabung dalam “condominium” bersama dengan Soviet untuk melawan Cina. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Nixon saat perayaan 25 tahun PBB di Amerika Serikat dihadapan perwakilan Pakistan Yahya Khan Ia juga menyatakan bahwa pendekatan terhadap Cina adalah sesuatu yang esensial. AS mengungkapkan niatnya untuk mengirimkan emissary ke China yang mungkin akan dilakukan oleh Thomas Dewey, Robert Murphy, ataupun Kissinger. AS menyadari bahwa jika mereka terus bersikap anti Cina, keadaan tidak akan berubah. Selain itu, pada Richard Nixon yang saat itu memimpin AS juga secara implisit menyatakan keinginannya untuk mengubah kebijakan AS terhadap Cina. Nixon cenderung untuk melakukan perbaikan hubungan terhadap negara Cina. AS juga melihat bahwa jika mereka memperbaiki hubungan dengan Cina, hal ini akan menjadi kelebihan tersendiri dalam rangka menghadapi rivalitas dengan Uni Soviet.


III.C. Proses Normalisasi Hubungan AS dan RRC


• Diplomasi tidak langsung

Ini merupakan salah satu cara yang dapat dikatakan unik. Untuk memulai suatu langkah awal dalam melakukan normalisasi hubungan, AS dan Cina melakukan komunikasi secara tidak langsung melalui duta besar Pakistan dan Rumania. Seperti yang dipaparkan dalam buku Tangled Web : The Making of foreign policy in the Nixon presidency, komunikasi keduanya dilakukan melalui kegiatan korespondensi atau “surat-menyurat”. Dimulai dari surat yang diantarkan oleh Yahya Khan saat ia mengunjungi Cina pada pertengahan bulan November 1970. Surat tersebut berupa surat formal dari Nixon untuk Cina. Surat tersebut berisi tentang pertanyaan seputar kunjungan Nixon ke Beijing yang akan diwakilkan oleh Kissinger. Kissinger telah diberikan otoritas untuk membahas permasalahan Taiwan. Yahya Khan juga menceritakan bagaimana percakapannnya dengan Nixon saat ia mengunjungi Washington. Pada tanggal 8 Desember 1970 duta besar Pakistan Hilaly di Washington mengantarkan surat dari perdana menteri Cina Zhou Enlai yang berisi undangan untuk Nixon dalam rangka membahas permasalahan Taiwan. Pada tanggal 16 Desember, Nixon mengusulkan sebuah diskusi tentang berbagai isu termasuk isu Taiwan, karena bagaimanapun kebijakan AS adalah untuk mengurangi keberadaan angkatan militernya di wilayah Asia Timur dan Asia Pasifik. Pesan selanjutnya dari Zhou yang disampaikan melalui dubes Rumania pada tanggal 11 Januari 1971 yang mengatakan bahwa ia lebih memilih isu Taiwan untuk didiskusikan akan tetapi tidak menutup kemungkinan untuk membahas isu lainnnya yang diajukan oleh Nixon. Ia juga menyatakan bahwa Nixon akan sangat disambut bila mengunjungi Beijing. Balasan dari Washington selanjutnya juga menunjukkan penerimaan atas niat tersebut. Hal ini disebut oleh Henry Kissinger sebagai langkah besar bagi hubungan keduanya.

Terjadi suatu perubahan dimana selama tiga bulan keduanya tidak melakukan kontak karena serangan Vietnam Selatan ke Laos. Akan tetapi AS melihat bahwa terjadi perubahan pada sikap Cina yang notabene mendukung komunisme di Laos terhadap serangan ini. Cina cenderung bersikap melunak. AS yang melihat reaksi Cina atas operasi di Laos ini menyatakan bahwa ternyata Cina telah sadar terhadap kebijkan AS saat ini. Amerika menyatakan bahwa serangan ke Laos ini tidak ditujukan untuk menyerang Cina Komunis dalam konferensi pers pada tanggal 17 Februari 1971. Hal ini pun memberikan perubahan kepada sikap AS terhadap Cina. Akhirnya pada tanggal 15 Maret Nixon mengumumkan bahwa AS mengakhiri semua pembatasan penggunaan passport AS untuk perjalanan ke Cina. Untuk selanjutnya Kissinger pun melakukan “diplomasi jalan belakang” dimana ia melakukan kunjungan rahasia yang tidak diketahui oleh publik ke Cina. Kissinger yang diberi kepercayaan oleh Nixon melakukan pembicaraan untuk membahas permasalahan Taiwan dengan perdana menteri Cina Zhou Enlai.








• Diplomasi Pingpong

Peristiwa yang tak terduga diawali saat diselenggarakannya Kejuaraan Tenis Meja Internasional di Nagoya, Jepang bulan April 1971 yang mempertemukan tim AS dan Cina. Dalam kejuaraan ini terjadilah peristiwa dimana atlit AS Glenn Cowan ketinggalan bis tim Amerika Serikat dan diberi tumpangan oleh bis timnas Cina. Sejak itu, Cowan menjalin pertemanan dengan Zhuang Zedong, atlit timnas Cina. Peristiwa ini menggemparkan media dan diliput secara besar-besaran karena peristiwa pertemuan dan pertemanan dua atlit yang berasal dari dua negara yang bersitegang saat era perang dingin tersebut adalah peristiwa menarik mengingat kedua negara berada dalam hubungan yang tidak harmonis. Ternyata peristiwa ini dilihat oleh Mao sebagai lampu terang untuk meneruskan perjuangannya dalam membuka hubungan dengan AS. Strategi diplomasi pingpong pun dilancarkan. Pada mulanya, Cina mengundang atlit tenis meja AS untuk melakukan kunjungan ke Cina dalam rangka semangat sportifitas olahraga untuk melakukan sparing dan eksibisi serta tur di Cina yang mengusung jargon ”friendship first, competition second.” Akhirnya, pada tanggal 10 April tim AS dan wartawan mengadakan kunjungan ke Cina sekaligus menjadi orang-orang Amerika Serikat pertama yang mengunjungi Cina sejak berkuasanya partai komunis Mao Zedong dari tahun 1949. Strategi ini disebut sebagai “diplomasi pingpong,” karena Mao menggunakan elemen olehraga sebagai alat untuk membuka hubungan dengan AS.

Strategi diplomasi ini ternyata membuahkan hasil karena AS memutuskan untuk menghentikan embargo perdagangannya terhadap Cina. Dengan diplomasi pingpong, Cina berhasil membuat AS terkesan oleh perubahan sikap Cina yang lebih positif terhadap AS. Mao Zedong pun mengundang presiden AS untuk melakukan kunjungan ke Cina dan membicarakan berbagai isu mengenai hubungan antara kedua negara.


• Kunjungan Richard Nixon ke Beijing Tahun 1972

Pada tanggal 15 Juli 1971 tepatnya pukul 7.30 malam, Richard Nixon muncul di televisi untuk memberikan pengumuman penting perihal statement bahwa Henry Kissinger yang saat itu menjabat sebagai Menlu AS telah melakukan pertemuan dengan perdana menteri Cina Zhou Enlai sekaligus menyatakan bahwa hubungan diplomatik AS dan Cina telah dibuka secara resmi. Nixon pun mengumumkan keinginannya untuk mengunjungi Cina dan menyatakan bahwa dirinya menerima undangan dari pemerintah Cina dengan senang hati. Ia mengatakan bahwa jika semua negara akan mendapatkan keuntungan dari berkurangnya ketegangan antar negara dan hubungan yang harmonis.

Kunjungan Richard Nixon ke Cina ini dilakukan dari tanggal 21-28 Februari 1972 sekaligus membuat Richard Nixon menjadi presiden AS pertama yang mengunjungi Cina semenjak kepemimpinan Mao Zedong berkuasa. Bagi Cina, kunjungan ini menjadi hal yang penting karena beberapa alasan. Kunjungan ini menandai akhir Containment AS terhadap Cina dan merefleksikan reduksi dukungan AS terhadap pemerintahan Taipe (Taiwan) sehingga membuat Peking berkesempatan untuk melanjutkan usahanya dalam menangani Taiwan. Kunjungan ini mempertemukan Presiden Nixon dan Mo Zedong dalam sebuah perundingan yang membicarakan berbagai hal dalam hubungan keduanya. Dalam pertemuan ini, terjadilah suatu kesepakatan nomalisasi hubungan kedua negara berupa “Shanghai Comunique.” Dalam perjanjian ini, beberapa poin penting telah disepakati oleh kedua belah pihak, yaitu :

1. Kemajuan melalui normalisasi hubungan antara Cina dan Amerika Serikat merupakan kepentingan bagi semua negara
2. Kedua pihak berencana untuk mengurangi bahaya konflik militer internasional
3. Kedua pihak tidak ada yang melebarkan hegemoninya di kawasan Asia Pasifik dan tiap pihak
4. Tidak ada pihak yang bersiap-siap untuk melakukan negosiasi




ANALISIS PROSES NORMALISASI SINO-AS

Ternyata, langkah-langkah diplomasi yang ditempuh untuk menuju normalisasi hubungan antara AS dan Cina cukup menarik bila dilihat dari variasi strategi yang dijalankan kedua negara,seperti kegiatan “surat-menyurat” yang dilakukan perdana menteri Zhou Enlai dan Nixon melalui duta besar Pakistan dan pemerintah Rumania dan inisiatif Cina dalam melakukan diplomasi pingpong. Dlam kegiatan korespondensi yang dijalankan keduanya, terlihat bahwa keduanya telah memiliki willingness atau keinginan untuk melakukan normalisasi hubungan walaupun tidak ditunjukkan secara eksplisit. Dalam melihat fenomena ini, langkah awal kegiatan diplomasi keduanya dilaksanakan secara tidak langsung dan melibatkan dubes Pakistan sebagai pihak perantara semata-mata dilakukan untuk tetap menjaga jarak antara keduanya agar normalisasi hubungan tidak terlalu cepat dilaksanakan atau terburu-buru. Baik pihak AS maupun Cina melakukan langkah pendekatan secara bertahap dan dengan jenjang yang berurutan yang dimulai dengan kegiatan korespondensi ini. Kegiatan ini juga menunjukkan peranan
Kegiatan kunjungan rahasia yang dilakukan Kissinger juga merupakan strategi tersendiri yang dilakukan AS dalam melakukan pendekatan terhadap Cina. Pengiriman Kissinger ke Cina untuk melakukan pembicaraan dengan perdana menteri Zhou Enlai ini dilakukan secara tertutup dan rahasia tanpa sepengetahuan publik.

Strategi yang juga unik adalah melalui diplomasi pingpong dimana kedua negara melakukan kegiatan diplomasi melalui cabang olehraga tenis meja. Hal ini menunjukkkan bahwa hubungan keduanya mencapai tingkat yang lebih akrab melalui second track diplomasi, yaitu diplomasi yang dilakukan oleh aktor non state dengan level yang lebih rendah dari state actor. Akan tetapi, kegiatan diplomasi pingpong ini merupakan cara yang ampuh dalam memulai langkah awal normalisasi hubungan keduanya. Inisiatif diplomasi pingpong ini menunjukkan kejelian Mao Zedong dalam melihat peluang yang terjadi saat pertandingan tenis meja internasional dilaksanakan. Mao memperlihatnkan kepiawaiannya dalam memanfaatkan situasi dan menjadikan diplomasi pingpong sebagai instrumen dalam melakukan pendekatan terhadap AS. Ternyata langkah ini membuahkan hasil yang signifikan dalam mempengaruhi sikap AS terhadap Cina. AS akhirnya mengakhiri embargo perdagangan yang kurang lebih selama dua puluh tahun diterapkan kepada Cina.

Kesepakatan keduanya pun dicapai saat Nixon akhirnya melakukan kunjungan ke Cina di bulan Februari 1972. Shanghai Communique menjadi bukti komitmen keduanya untuk melakukan normalisasi hubungan dan melangkah ke jenjang ikatan yang lebih. Dengan kunjungan dan pembicaraan yang dilakukan Nixon dan Mao, kita dapat menganalisis bahwa jalur diplomasi secara langsung yang dilakukan kedua kepala negara telah membuahkan hasil yang nyata dan lebih mengikat. Dengan adanya Shanghai Communique, kedua negara menyepakati poin-poin penting untuk menjamin normalisasi hubungan keduanya di era perang dingin dan penanaman pengaruh terhadap negara-negara di Asia Pasifik. Disinilah keduanya sepakat untuk menghindari persaingan dalam menanamkan hegemoni di wilayah Asia Pasifik. Dapat dikatakan bahwa normalisasi hubungan keduanya dicapai dengan diplomasi yang dilakukan oleh state dan non state actor.

Melihat kegiatan yang dilakukan kedua negara, tercermin bahwa kepentingan nasional keduanya sangat mempengaruhi kebijakan yang diambil oleh Cina maupun Amerika. Terlihat jelas bahwa keduanya bersikap pragmatis dan melakukan pendekatan untuk memenuhi kepentingan nasional (national interest ) kedua negara. Dalam mengkaji teori strategic triangle yang menyatakan pada saat itu terdapat tiga sudut yaitu AS-Cina-Uni Soviet yang berada dalam rivalitas, pendekatan normalisasi hubungan yang dilakukan AS dan Cina adalah untuk mengcounter kekuatan Uni Soviet. Cina yang saat itu menyadari bahwa kekuatannya tidak bisa menandingi AS ataupun Uni Soviet, memilih jalan untuk bergantung pada satu pihak yaitu Amerika Serikat agar dapat mengimbangi kekuatan Uni Soviet karena Cina menilai kekuatan AS adalah satu-satunya kekuatan yang dapat mengimbangi Uni Soviet pada kala itu. Sedangkan di pihak AS sendiri AS merasa bahwa ia harus merangkul Cina dalam menghadapi Uni Soviet. AS juga melihat bahwa ketegangan yang berlangsung terus menerus antara keduanya tidak akan membuahkan hasil yang positif apabila tidak dilakukan normalisasi.


Jika kita menkaji lebih dalam, sebenarnya normalisasi hubungan keduanya merupakan hal yang unik mengingat kedua negara memiliki ideologi yang bertolak belakang dan pada era perang dingin, perbedaan ideologi merupakan hal yang krusial. Akan tetapi, kedua negara sepertinya mengesampingkan permasalahan perbedaan ideologi guna mencapai kepentingan masing-masing.
Mao Zedong yang melihat posisi Cina melalui teori dunia ketiganya, melakukan langkah-langkah diplomasi untuk mendekatkan diri ke AS agar mengamankan posisi Cina dalam segitiga strategis atau strategic triangle dimana Cina harus menghadapi imprealisme AS dan Uni Soviet di era perang dingin. Dalam hal ini Cina lebih memilih untuk memihak ke AS walaupun secara ideologis Cina memiliki persamaan dengan Uni Soviet. Hal ini menunjukkan bahwa tidak selamanya persamaan ideologi dapat menjamin ikatan hubungan yang lebih erat dan begitupun sebaliknya, perbedaan ideologi tidak selamanya menjamin ketegangan. Sepertinya ungkapan yang mengatakan “ Tidak ada musuh dan kawan abadi dalam politik” adalah benar bila kita melihat fenomena ini.




BAB I
Kesimpulan

Normalisasi hubungan kedua negara yaitu AS dan Cina pada mas perang dingin dilakukan dalam langkah-langkah diplomasi yang berbeda-beda dan bertahap untuk mencapai kesepakatan yang disebut Shanghai Communique. Strategi diplomasi yang dijalankan keduanya ternyata membuahkan hasil seperti :

1. Pencabutan peraturan pembatasan passport warga Amerika untuk berkunjung ke Cina
2. Pencabutan embargo perdagangan yang dilakukan AS terhadap Cina
3. Penghentian kontrol mata uang Cina yang dilakukan oleh AS.
4. Kesepakatan normalisasi hubungan Sino Soviet melalui perjanjian Shanghai Comunique

Dilihat dari poin-poin tersebut, Cina mendapatkan keuntungan dalam upaya normalisasi ini. Begitupun dengan AS yang melihat bahwa dengan adanya normalisasi, langkahnya dalam menghadapi Uni Soviet akan semakin ringan karena AS telah merangkul Cina. Hal ini menunjukkan ternyata, hubungan yang tidak harmonis antara kedua negara dapat berubah seiring dengan perkembangan dan sifat politik yang dinamis. Selain itu, kepentingan nasional menjadi landasan utama dalam menentukan sikap dan kebijakan suatu negara terhadap negara lainnya sehingga ideologi pun dapat dikesampingkan dalam mencapai kepentingan negara.

Daftar Pustaka:


• Buku

Bundy, William. Tangled web : The Making of Foreign Policy in the Nixon Presidency. New York : Hill&Wang advision of Farrar, Straus and Giroux. 1998

Kissinger ,Henry. Diplomacy.New York : Simon&Schuster. 1994

Packard, George R, dkk. China Policy for the Next Decade. Boston : Oelgeschlager, Gunn&Hain.1984

Sukma, Rizal. Pemikiran Strategis Cina, dari Mao Zedong ke Deng Xiaoping. Jakarta: CSIS. 1995

Sutter, Robert G. Chinese foreign Policy after the Cultural Revolution 1966-1977.Colorado ; Westview Press, 1978

• Internet


• http://en.wikipedia.org/wiki/Ping_pong_diplomacy

http://www.gwu.edu/~nsarchiv/NSAEBB/NSAEBB66/

http://en.wikisource.org/wiki/Shanghai_Communiqu%C3%A9

http://www.taiwandocuments.org/communique01.htm

http://www.pbs.org/wgbh/amex/china/peopleevents/pande08.html

http://www.china.org.cn/english/china-us/24874.htm

http://www.gwu.edu/~nsarchiv/NSAEBB/NSAEBB66/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar